PASCA ‘keracunan massal’ 27 September 2022, yang jadi petaka mengakibatkan 79 warga muntah-muntah dan pusing tak karuan dilarikan ke rumahsakit, kini mengguratkan kesedihan luar biasa. Keresahan bercampur trauma alangkepalang.
Terpampang nyata, warga desa terlihat sangat tak bergairah, lesu, takut dan Trauma. Beberapa warga laki-laki dan perempuan tertunduk lemas dengan pandangan kosong. Mereka berkelompok di sudut-sudut desa. Sebagian di lopo (warung).
“Mabiar ami da (kami takutlah). Tu dia muse ma ami mangolu on, ison maia ngolu nami (kemana pulalah kami hidup, hidup kami cuma di sini),” ujar Zubaudah, 24, salah seorang warga Desa Sibanggor Julu [sekira 20 km dari Panyabungan] kepada Berita (2/10).
Hal pertama yang dia ingat tiga anaknya masih kecil-kecil. Dia bercerita bagaimana paniknya menyelamatkan anak. Dia kalangkabut, Panik. Ya, ini menyangkut nyawa.
Karena itu, dia mengingatkan, agar pihak perusahaan memikirkan keselamatan orang banyak. Misalnya, harus mengevakuasi masyarakat yang aman saat perusahaan melakukan kegiatan buka sumur.
Ini salahsatu contoh menyelamatkan nyawa manusia. “Tolonglah kami, tolonglah,” ujarnya dengan suara sesunggukan.
Maklum saja, ini tragedi kelima setelah pertama 25 Januari 2021, mengakibatkan lima orang meregang nyawa, puluhan warga tergeletak tak berdaya di pematang sawah akibat keracuan gas diduga terpapar hidrogen sulfida (H2S).
Ke-79 korban berdomisili di Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga. “Masihkah ada peristiwa keenam ? Masihkah ada insiden yang mengakibatkan hidup kami makin porakporanda begini ?,” ujar Zubaidah. Na’udzubillah min zalik.
Desa Sibangor Julu dan Desa Sibangor Tonga, Kec. Puncak Sorik Marapi, Kab. Mandailing Natal, dua desa terdekat dari areal PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP), perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPb).
Sebelumnya, warga desa hidup sangat nyaman. Mereka dipertautkan hubungan kekerabatan yang amat kental. Warga sekira 1.500 jiwa di sini, 100 persen muslim, sangat religius. Tapi, apa yang terjadi kemudian ?
Sejak beroperasi 2013, SMGP melakukan eksplorasi di kawasan hutan Madina setelah mengantongi izin Kementerian ESDM 62.900 ha di 10 kecamatan, 138 desa. Perusahaan diperkirakan menghasilkan listrik 240 megawatt.
Sekarang, dengarlah kisah pilu yang lain dari sekitar PT SMGP. Tak hanya persoalan kesehatan. Pandangannya sayu, memerah, Suaranya menahankan geram yang amat sangat.
“Terus terang, saya lihat di koran, diduga. Begitu sudah membaca koran seperti itu, mohon maaf, saya malas membacanya, saya letakkan langsung korannya,” ujar korban lainnya Ali Umar Nasution, 35.
Dia mengaku tidak habis pikir. “Kok, diduga? Nyata-nyata perusahaan sedang menyuci sumur SMGP, pada saat bersamaan masyarakat merasakan bau menyengat, berlarian, panik, bahkan ada yang pingsan. Kok, diduga ?” ujarnya dengan kegeraman luar biasa.
Insya Allah, berita berlanjut besok dari penuturan korban lain pasca insiden ‘gas beracun’.
Sebenarnya, penuturan Ali Umar Nasution sejalan dengan pernyataan pihak PT SMGP, melalui siaran pres secara tertulis disampaikan Direktorat Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM dikirimkan melalui Corporate Communication (Corpcom) PT SMGP Yani Siskartika.
Pihak perusahaan mengatakan, aktivitas di Wellpad T adalah kegiatan bleeding sumur T-11 untuk menetralisir gas di dalam sumur yang menjadi bagian dalam rangkaian proses uji alir sumur T-11.
Proses bleeding, lanjutnya, dimulai pukul 15.30 hingga pukul 17.30 dan direncanakan untuk dilanjutkan kembali keesokan harinya. Beberapa saat setelahnya, PT SMGP mendapat laporan keluhan warga dan dibawa ke rumahsakit.
Kemudian, melalui siaran pers beberapa hari kemudian, pihak SMGP menerangkan, beberapa warga mengeluhkan gejala kesehatan karena bau menyengat.
PT SMGP mendukung penuh investigasi dilakukan EBTKE dan Polda Sumut sejak 29 September 2022. “PT SMGP mendukung penuh investigasi ini,” ujar Corp Affairs KS ORKA/SMGP Yani Siskartika. (Irham Hagabean Nasution)