MEDAN (Berita): Ke depan masyarakat akan dihadapkan dengan pemakaian uang digital. Artinya, tidak lagi menggunakan uang kertas (uang cash) atau elektronik sebagai alat pembayaran. Juga bukan dengan koin atau dirham.
Namun untuk trend kesana bukan berarti tanpa hambatan dalam pembentukannya karena akan adanya gangguan karena tidak berjalan seperti biasanya seperti sekarang ini.
Hal itu dikatakan Pakar Ekonomi Benjamin Gunawan kepada Berita, Jumat, (26/2) di Medan menyikapi keingintahuan masyarakat tentang akan berlakunya uang digital.
Dikatakan Benjamin, jika Bank Sentral Indonesia mengeluarkan mata uang digital tersebut, maka dengan trend digital itu nantinya disrupsi ekonominya signifikan. “Kita bisa membayangkan bila BI selesai menerbitkan mata uang digital.
Nah, berarti kita sebagai masyarakat tentunya berkesimpulan bahwa uangnya tersimpan di Bank Indonesia. Bukan di Bank Komersial lagi,ujar Benjamin.
Lantas, yang menjadi pertanyaan, bagaimana nantinya peran Bank Komersial kedepan. Bagaimana nantinya roda ekonomi itu diputar?
Jika semua masyarakat uangnya ada di Bank Sentral karena uang digital, maka muncul pertanyaan, apakah pengusaha kalau mau minjam uang ke Bank Sentral ? dan sudah tidak ke Bank Komersial lagi ?.
Memang, tidak mudah untuk menentukan model uang digital itu nantinya. Artinya, dibutuhkan kajian yang mendalam,jelas Benjamin lagi
Ada kekuatiran masyarakat, jangan sampai mata uang digital itu muncul, lantas tatanan ekonomi masyarakat justru menjadi bermasalah seiring dengan trend tersebut.
Tentu situasi ini butuh kajian yang tidak sebentar. “Dan saya yakin hal itu tidak akan terealisasi dalam waktu dua atau tiga tahun kedepan,papar Benjamin.
Dan sejauh ini, menurut Benjamin, pengembangan uang digital menurutnya masih ditatanan koseptual atau perencanaan, belum lagi di tatanan teknis.
Karena masih banyak hal lain yang harus dipersiapakan seperti infrastruktur, teknis pembayaran, sumber daya manusia dan masih banyak lagi,urainya.
Masih menurut Benjamin, memang kita tidak bisa menghindar dari perubahan zaman. Tren kedepan bahwa uang bukan lagi bentuknya kertas, tetapi memang arahnya ke digital.
“Jadi berbeda dengan seruan agar menggunakan emas dan perak yang diinisiasi oleh sejumlah elemen masyarakat belakangan ini”,terangnya
“Ruang dan waktu kita saat ini membutuhkan pengembangan uang yang mampu menjawab tuntutan zaman. Jadi memang sebaiknya emas atau perak lebih digunakan sebagai instrumen investasi pada saat ini karena kita tidak bisa mempertahankan status lama (quo) apalagi justru berbalik ke zaman barter,ujarnya.
Uang Digital Tidak Sama Dengan Bitcoin
Sementara masyakarat belakangan ini kerap menganggap bahwa uang digital yang sudah ada itu adalah Bitcoin. Padahal Bitcoin itu tidak melaksanakan fungsi moneter sama sekali.
“Menurut saya Bitcoin itu lebih kepada instrumen yang diperjual-belikan layaknya instrumen keuangan yang tidak memiliki underlying tertentu dan diterbitkan oleh otoritas keuangan resmi. Jadi Bitcoin itu tidak sama dengan uang digital,terangnya.
Kalau uang digital itu kan dikeluarkan oleh Bank Sentral. Misal, Bank Indonesia menerbitkan uang digital. Maka tentunya uang digital tersebut nantinya akan tetap beredar sesuai dengan perputaran roda ekonomi di sebuah Negara.
Jadi, kalau dimisalkan terjadi ekspansi ekonomi atau terjadi resesi ekonomi seperti yang terjadi saat ini.
Maka Bank Sentral akan melakukan penyesuaian jumlah uang atau uang digital yang beredar.
Seperti kondisi resesi saat ini, maka bank sentral melakukan sejumlah kebijakan untuk memompa likuiditas kemasyarakat dengan sejumlah instrument kebijakannya.
Seperti burden sharing, yang secara tidak langsung bisa diterjemahkan bahwa disaat masyarakat kesulitan ekonomi.
Bank Indonesia memperbanyak likuiditas uang ke masyarakat. Sehingga masyarakat lewat pemerintah bisa mendapatkan bantuan sosial. Itu yang terjadi saat ini, dan tentunya hal tersebut tidak dilakukan oleh Bitcoin. Karena Bitcoin tidak bertanggung jawab terhadap kondisi ekonomi sebuah Negara.
Bitcoin tidak melakukan seperti apa yang dilakukan Bank Sentral. Artinya disaat ekonomi resesi seperti sekarang ini. Bitcoin tidak akan berkontribusi apapun dalam menyelesaikan masalah resesi di sebuah Negara. Dan tidak terlibat dalam urusan moneter sebuah Negara.
“Jadi untuk masalah ini saya menilai Bitcoin itu bukan uang. Ini hanya instrumen keuangan digital layaknya kita memperjualbelikan kontrak sebuah komoditas tertentu. Walaupun Bitcoin tidak merujuk pada harga komoditas tertentu.
Menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran. Ini sama saja kita mempertaruhkan ekonomi kita dalam kondisi yang suram. Dimana disaat terjadi masalah serius, Bitcoin akan membawa kita ke zaman batu,sebut Benjamin. (lin)