Karya Rizaldi Siagian Dibajak Seniman Malaysia

  • Bagikan
Rizaldi Siagian
Rizaldi Siagian

MEDAN (Berita): Karya  musik tradisional milik Rizaldi Siagian komposer Indonesia asal Medan berjudul  ‘Zapin Menjelang Magrib’ dikabarkan dibajak kelompok kesenian Sanggar Budaya Sri Penggalan Malaysia.

Kepada Waspada via WhatsApp, Rizaldi Siagian musikus sekaligus akademikus yang menggeluti bidang  etnomusikologi mengawali kariernya sebagai drummer pada grup band Medan The Great Session ini menyebutkan, kalau dulu karya komposer Malaysia Pak Ngah dibajak seniman Indonesia kemudian melodi yang dibajak itu diberi judul “Laksamana Raja Di Laut”.

Namun yang terjadi pada karyanya, melodi aslinya tidak menggunakan syair atau lirik lagu. Namun dalam versi bajakan diberi lirik dengan judul  “Kalau Dia Rindu” dibawakan Sanggar Budaya Sri Penggalan.

Rizaldi berharap rekan seniman di  Malaysia yang anti pembajakan seperti Prof DR.Anis Bin MD Noor, menaruh perhatian serius terhadap masalah ini. “Sebagai sesama seniman serumpun  sebaiknya  ada tegur sapa menyangkut penggunaan karya orang lain agar lebih  mempererat rasa persaudaraan sesama orang Melayu di Selat Melaka ini”, katanya.

Menurut Rizaldi, lagu  ‘Zapin Menjelang Magib’ diciptakannya pada tahun 1987  atas inisiatif sejumlah seniman  antara lain koreografer Tasri, Jose Rizal Firdaus dan seniman  Anjang Nurdi Panjaitan.

Karya ini pertama kali ditampilkan (world premiere) pada saat pembukaan acara Medan Fair semasa Walikota Medan  AS. Rangkuti. Zapin Menjelang Magrib  kemudian menjadi komposisi pengiring tarian dengan judul  yang sama.

Selain sebagai pengiring  tarian, komposisi ini juga dimaksudkan untuk repertoar lagu yang bisa dimainkan dengan instrumen gambus juga dikenal dengan sebutan “Gambus Belalang”, yang merupakan  hasil rekonstruksi dilakukannya  selama bertahun-tahun.

Repertoar lagu itupun  akhirnya menemukan alat musik Gambus tua milik putra mahkota  kerajaan  Serdang  Tengku Lukman Sinar yang dikenal sebagai tokoh sejarah Sumatera Timur bersama H Mohammad Said menjadi nara sumber utama sejarawan Australia Anthony Reid yang menulis tentang revolusi di Sumatera Timur.

Selain lagu ‘Zapin Menjelang Magrib’, Rizaldi juga membuat komposisi lagu  lainnya dengan  gaya Zapin Melayu Deli diantaranya  Zapin Tanda-Tanda, Ceracap dan sejumlah lagu Zapin lainnya.  Kedua lagu ini kemudian  menjadi bagian dari repertoar album ‘Grenek’ Volume pertama dirilisnya bersama  Rinto Harahap tahun 2000 lewat label Lolypop.

Sementara lagu ciptaan alm Pak Ngah  “Laksamana Raja Di Laut”  aslinya berjudul “Nostalgia Idul Fitri”  menggunakan pantun adat rakyat Bengkalis diklaim Nurham Yahya pencipta lagu asal  Bengkalis Riau sebagai  miliknya  dan menuntut Iyeth Bustami sebagai penyanyi  yang merilis lagu itu tanpa seijinnya.

Rizaldi menyebutkan, dalam proses perkara hak Cipta lagu itu, dirinya diminta pengadilan Tinggi Medan menjadi saksi ahlinya, dengan membuat transkripsi lagu ‘Nostalgia Aidil Fitri’ karya Pak Ngah secara detail.

Pengadilan Hak Cipta yang menangani kasus itu mengabulkan tuntutan pengacara Iyeth Bustami bahwa penyanyi asal Bengkalis ini dinyatakan tidak bersalah dan bebas dari tuntutan si pembajak Nurham Yahya yang mengakui Laksamana Raja Di Laut karyanya.

Tetapi semua itu dibantah Majelis adat Melayu di Bengkalis, yang menyatakan pantun-pantun dipakai menjadi lagu Laksamana Raja Dilaut itu sesungguhnya pantun adat yang biasa dipakai untuk acara berpantun dalam adat perkawinan Melayu di Bengkalis.

Akhirnya pengadilan memutuskan untuk mengembalikan melodi lagu Laksamana Raja Dilaut ke pemiliknya yang sah yaitu Alm Pak Ngah. Sedangkan pantun yang dibajak dari Masyarakat Hukum Adat Melayu Bengkalis dikembalikan kepada mereka.

“Sepengetahuan saya, biasanya setiap keputusan pengadilan seperti ini ada laporan yang disebut Lembaran Negara,” tuturnya.

Sementara dari Malaysia Prof. Anis saat dikonfirmasi mengatakan, setelah semua info ini diterimanya, dia akan kabarkan secara historis bagaimana ini bisa terjadi sejak tahun 2017.

Menurut Prof. Anis, masalahnya adalah ketiadaan usaha hukum menghadapi kasus-kasus bajakan musik dari dua negara, sama sepertinya di Malaysia dan Indonesia, walaupun undang-undang copyright sangat keras di sini (Malaysia). Tanpa laporan ke pengadilan, undang-undang copyright tidak dapat dilaksanakan. Ini juga sama dengan komposer Malaysia yang lagunya dibajak di Indonesia. (tjn)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *