KPPU: Perlu Penunjukan Langsung Pengadaan Barang Dan Jasa Terkait COVID-19

  • Bagikan
KEPALA Kanwil I KPPU Ramli Simanjuntak. Berita Sore/Laswie Wakid
KEPALA Kanwil I KPPU Ramli Simanjuntak. Berita Sore/Laswie Wakid

MEDAN (Berita): Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turut prihatin dengan perlambatan ekonomi global sebagai akibat pandemi Novel Corona Virus Disease (COVID-19) di awal tahun ini yang mengakibatkan persoalan sangat serius di seluruh dunia, tidak terkecuali di negara kita tercinta Indonesia.

Kepala Kanwil I KPPU Ramli Simanjuntak kepada wartawan di Medan Selasa (24/3) mengatakan berbagai negara telah merespon melalui kebijakan responsif, adaptif, dan antisipatif dalam upaya meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh pandemi tersebut.

Menurutnya, KPPU sangat mengapresiasi sikap dan tindakan yang dilakukan pemerintah, serta kontribusi para petugas medis yang sangat besar dalam mengatasi persoalan tersebut. Terkait dengan terjadinya pandemi COVID-19 tersebut, KPPU memahami adanya kondisi darurat.

Kondisi darurat ini tentunya membutuhkan penanganan yang cepat, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa untuk kebutuhan penanggulangan COVID-19 seperti alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis maupun masyarakat dan berbagai produk dan jasa kesehatanlainnya serta bagi pemenuhan kebutuhan komoditas pangan.

Kondisi darurat tersebut memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan proses pengadaannya melalui mekanisme penunjukan secara langsung, sebagaimana diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Publik (LKPP) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat.

“Penunjukan langsung maupun bentuk kebijakan pemerintah lain terkait pelaksanaan kegiatan usaha dalam keadaan darurat tersebut, dari sisi persaingan usaha dapat kami tegaskan, adalah hal yang dikecualikan dalam undang undang persaingan usaha,” tegasnya.

KPPU menyadari dalam masa ini, pelaku usaha dari segala ukuran (baik besar, menengah, kecil bahkan mikro) di hampir semua sektor sangat terpengaruh oleh pandemi global ini.

Pemerintah bahkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional turun dari target 5 persen ke angka 2,5 persen atau bahkan kurang dari angka tersebut di tahun 2020. Relaksasi penegakan hukum persaingan usaha dibutuhkan pada keadaan darurat tersebut (force majeure).

Salah satu bentuk relaksasi yang dilakukan adalah memberikan kesempatan bagi pelaku usaha yang melakukan transaksi penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan (termasuk perpindahan asset produktif) untuk menyampaikan pemberitahuan (notifikasi) setelah periode kebijakan bekerja dari rumah (work from home) berakhir, yakni tanggal 2 April 2020; dengan catatan dapat diperpanjang dengan memperhatikan situasi terakhir.

“Dalam masa tersebut, proses penanganan perkara di KPPU tetap dilaksanakan secara hati-hati dengan menghindari pertemuan tatap muka dan memanfaatkan teknologi informasi yang ada, sehingga tidak mengorbankan jaminan kepastian hukum bagi para pihak,” katanya.

Tidak Kartel

Lebih lanjut, KPPU meminta agar pelaku usaha tidak mempraktekkan kartel atau kesepakatan menentukan harga eksesif baik secara langsung dan/atau melakukan penimbunan atau penahanan atas produk APD, produk kesehatan lain dan komoditas pangan kebutuhan masyarakat.

“KPPU RI akan melakukan tindakan hukum yang tegas apabila dalam proses pendistribusian dan logistik ditemukan upaya-upaya yang merugikan proses penanggulangan bencana tersebut,” kata Ramli.

Sebagai masukan, berbagai opsi kebijakan yang telah dan akan dikeluarkan pemerintah diharapkan bersifat jangka pendek dan terbatas pada upaya mengatasi bencana serta meminimalisir dampak ekonomi dari bencana tersebut.

Oleh sebab itu, di masa mendatang KPPU akan mengedepankan upaya pencegahan, khususnya untuk membantu dan mengadvokasi Pemerintah dalam menyiapkan berbagai kebijakan pemulihan ekonomi yang sejalan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha, sekaligus menghimbau pelaku usaha untuk tetap berperilaku bisnis usaha secara sehat. (Wie)

Berikan Komentar
  • Bagikan