JAKARTA (Berita): Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menegaskan stabilitas sistem keuangan Indonesia pada kuartal III/2022 tetap resilient.
Meskipun kinerja perekonomian global terlihat melambat dengan risiko ketidakpastian yang tinggi.
Hal itu diungkapkan oleh koordinator KSSK sekaligus Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers daring pada Kamis (3/11), dan merupakan hasil rapat KSSK berkala sejak 27 Oktober 2022.
Hadir bersamanya Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Ketua Lembaga Penjamin Simpana (LPS) Purbaya Sadewa.
“Stabilitas sistem keuangan pada triwulan III/2022 tetap berada pada kondisi yang resilient.
Kami berempat berkomitmen untuk menjaga stabilitas sistem kekuangan dengan memperkuat kordinasi dan terus mewaspadai perkembangan risiko global, termasuk di dalam menyiapkan respon kebijakan,” tegas Menkeu.
Menurutnya, perlambatan ekonomi terjadi di sejumlah negara maju, terutama Amerika Serikat, Eropa, dan China, tercermin pada PMI manufaktur global september 2022 yang masuk ke zona kontraksi pada level 49,8.
“Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik dan perang di kawasan Ukraina yang memicu tekanan inflasi tinggi, fragmentasi ekonomi global, perdagangan dan investasi serta dampak dari kebiajkan moneter yang lebih agresif dari otoritas moneter di negara maju,” imbuhnya.
Menkeu mengatakn kenaikan suku bunga Federal Reserve atau Fed Funds Rate (FFR) yang diperkirakan lebih tinggi dan siklus yg lebih panjang.
Kebijakan tersebut mendorong menguatnya mata uang dolar AS sehinga menyebabkan depresiasi terhadap nilai tukar di ebrbagai negara.
Sementara itu, perbaikan ekonomi domestik masih terus berlanjut dan ditopang dengan agregat demand sisi domestik.
“Konsumsi swasta yang kuat di tengah kenaikan investasi, investasi non bangunan yang meningkat serta kinerja ekspor yang masih terjaga,” jelasnya.
Lebih Rendah
Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi pada akhir 2022 dapat mencapai tingkat yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yaitu di bawah 6,3 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa sebelumnya, tingkat inflasi akibat kenaikan harga BBM diperkirakan dapat menyentuh level 6,6 persen pada akhir 2022.
Pada Oktober 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tercatat sebesar 5,71 persen secara tahunan atau secara bulanan mencatatkan deflasi sebesar 0,11 persen.
“Pada akhir tahun semula kami perkirakan 6,6 persen, dengan realisasi ini bahkan bisa lebih rnedah dr 6,3 persen. itu inflasi IHK [Indeks Harga Konsumen],” ujarnya.
Perry memperkirakan tingkat inflasi inti, komponen inflasi yang menggambarkan daya beli masyarakat, juga berpotensi mencapai tingkat yang lebih rendah dari perkriaan sebelumnya.
“Inflasi inti, bulan Oktober kemarin 3,3 persen, semula kami perkirakan 3,7 persen. Inflasi inti juga [diperkirakan] lebih rendah. Di akhir tahun inflasi inti dengan realisasi [Oktober 2022] bisa lebih rendah dari 4,3 persen,” terang Perry. (agt