MEDAN (Berita): Tertarik berinvestasi di saham ? Kayaknya keren banget ya, apalagi jika bisa melipatgandakan dana investasi seperti yang dilakukan para pesohor tanah air. Baru – baru ini, marak bermunculan influencer yang menayangkan kesuksesan mereka berinvestasi di saham.
Bahkan, tidak sedikit yang menunjukan portofolio saham yang mereka miliki. Hal tersebut tanpa disadari memberi pengaruh kepada warganet untuk ikut membeli saham seperti yang para selebritas miliki.
Kepala Perwakilan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara Muhammad Pintor Nasution Selasa (23/2/2021) mengatakan di satu sisi, pengaruh aksi para influencer ini sebetulnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan awareness masyarakat akan peluang investasi di pasar modal.
Terlebih selama ini, data pertumbuhan jumlah investor di pasar modal masih tergolong rendah. Data total jumlah investor di pasar modal hingga tahun 2021 dibandingkan dengan total jumlah penduduk masih berada di bawah angka 5 persen.
Walaupun sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Hal ini berarti baru hanya kalangan terbatas saja yang dapat menikmati keuntungan berinvestasi di pasar modal.
Perlu diingat bagi para milenial, terutama sebagai calon investor agar sebaiknya tidak serta merta terpengaruh membeli saham atas dasar ikut – ikutan portfolio yang dimiliki para selebritas. Mengapa demikian? Penting untuk diketahui bahwa berinvestasi tidak terlepas dari risiko yang harus dicermati.
“Apapun jenis produk investasinya, tidak ada investasi yang tanpa risiko. Semakin tinggi potensi keuntungan, semakin tinggi pula risiko investasi yang mengikuti (high return, high risk), demikian hal sebaliknya,” jelas Pintor.
Risiko dari investasi saham sendiri dapat dikatakan termasuk dalam katagori tinggi. Secara garis besar, beberapa risiko dalam berinvestasi saham dapat dijelaskan dalam 3 (tiga) jenis risiko.
Pertama, risiko capital loss, yakni kerugian dari hasil jual/beli saham yang dihitung dari selisih antara nilai jual yang lebih rendah daripada nilai beli saham.
Misalnya, seorang investor membeli saham PT ABC di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui sistem perdagangan online di salah satu perusahaan sekuritas. Saham PT ABC dibeli pada harga Rp 1.000 per lembar saham.
Dengan minimal pembelian saham sebanyak 1 lot yaitu 100 lembar saham, jika investor membeli 10 lot saham, maka modal investasi menjadi sebesar Rp1 juta.
Kemudian, apabila dalam satu tahun kedepan harga saham mengalami penurunan harga menjadi Rp 900 per lembar, dengan demikian investor mengalami capital loss atau kerugian sebesar 10 persen atau total modalnya berkurang dari Rp1 juta menjadi Rp 900 ribu.
Sebaliknya, apabila harga saham mengalami kenaikan menjadi Rp 1.100 per lembar saham, dengan demikian investor mengalami capital gain, atau keuntungan dari modal yang diinvestasikan.
Maka dari itu, apabila ada seorang influencer menyebutkan saham yang dibeli harganya naik dan menguntungkan, sebaiknya investor tidak terburu-buru ikut membeli saham tersebut, atau paling tidak cari tahu dulu bagaimana kinerja perusahaan itu di masa depan.
Apakah secara fundamental potensi peningkatan harganya wajar, atau sebaliknya akan ada risiko penurunan harga secara mendadak.
Tidak hanya itu, perlu diwaspadai fluktuasi harga saham yang hanya dipengaruhi semata-mata karena faktor permintaan dan penjualan di pasar saham.
Kedua, risiko Opportunity Loss, yakni kerugian berupa selisih suku bunga deposito dikurangi total hasil yang diperoleh dari investasi, seandainya terjadi penurunan harga dan tidak dibaginya dividen.
Dividen merupakan laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham setiap tahun, sesuai porsi kepemilikan masing-masing. Meskipun mencatatkan laba, perusahaan tidak wajib membayar dividen kepada pemegang saham.
Keputusan ada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang menentukan penggunaan laba perusahaan. Bisa saja laba usaha tidak dibagikan kepada pemegang saham, tetapi digunakan untuk membiayai ekspansi usaha.
Ketiga, kerugian jika perusahaan dilikuidasi. Likuidasi artinya perusahaan dibubarkan atau ditutup. Jika terjadi likuidasi, aset perusahaan akan dijual dan hasilnya dibagikan untuk membayar utang perusahaan. Baru yang tersisa dibagi kepada pemegang saham.
Demikian, jika nilai likuidasi yang dibagikan lebih rendah dari harga beli saham, maka pemegang saham akan mengalami kerugian.
Selain ketiga faktor di atas, dalam membeli saham, investor harus mencermati risiko-risiko yang berkaitan dengan sektor usaha perusahaan yang sahamnya hendak dibeli.
Misalnya, saham perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata, saat pandemi Covid-19 cenderung tertekan dan mengalami risiko penurunan harga, sejalan dengan kondisi perusahaan di sektor tersebut yang sedang kurang baik kinerjanya.
Faktor ekonomi, politik, sosial dan keamanan juga perlu dicermati menjadi pertimbangan dari risiko, selain kinerja keuangan perusahaan masing-masing. Kesimpulannya, jangan hanya memilih saham karena sekedar ikut – ikutan membeli, tetapi pelajari dan analisa risikonya terlebih dahulu.
Dalam menganalisa risiko, pastikan untuk mencari informasi dari sumber terpercaya, bahkan investor dapat bertanya kepada perusahaan sekuritas tempat investor membuka rekening saham. (rel/wie)