RDP Konflik Agraria Nihil Rekomendasi DPRK

  • Bagikan
Teks foto : Rapat Dengar Pendapat (RDP) kedua tanggal 3 November 2023 di Ruang Sidang Utama DPRK Aceh Tamiang.
Teks foto : Rapat Dengar Pendapat (RDP) kedua tanggal 3 November 2023 di Ruang Sidang Utama DPRK Aceh Tamiang.

KUALASIMPANG (Berita) : Rapat Dengar Pendapat (RDP) kedua tanggal 3 November 2023 yang digelar Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) AcehTamiang melalui Komisi I lalu itu tidak membuahkan hasil rekomendasi.

Sebab perusahaan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Besar seperti PTPN1 dan PT. Socfindo tidak hadir dalam RDP yang digelar di Ruang Sidang Utama DPRK, yang HGU nya berakhir di Desember 2024 mendatang.

Begitu juga stake holder yang diundang pun tidak hadir dalam RPD tersebut. Sebab ada kesan, RDP dilakukan tergesa-gesa. Pengakuan dari beberapa Datok Penghulu (Kepala Desa). Besok kegiatan dilakukan, malamnya mereka menerima undangan.

Untungnya, antara RDP dengan keperluan lain para Datok tidak bertabrakan. Celoteh seorang Datok saat itu, seharusnya undangan di sebar satu minggu atau 4 hari lagi acara RDP dilaksanakan sudah di terima oleh para Datok.

Seolah RDP yang dibuat hanya sekedar life service saja dan terkesan sangat tidak serius. Hingga Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari). Sayed Zainal, M. SH mengartikulturasikan bahwa RDP bertele-tele.

Selain itu, sikap dan arah kebijakan DPRK terutama Komisi 1 belum memperlihatkan keberpihakan pada masyarakat. Sebab, sampai RDP kedua belum ada rekomendasi yang dilahirkan sebagai dasar berpijak.

Begitu penekanan Sayed Zainal menyampaikan kepada Wartawan Minggu, (5/11) di Kualasimpang. Apalagi sebutnya; penyelesaian sengketa Agraria atau konflik ruang kelola antara Kepentingan Fasilitas Umum atau Publik dalam wilayah Desa di lokasi HGU perkebunan saat Perusahaan melakukan Perpanjangan HGU.

Kata Sayed. Kalau tidak punya arah dan Sikap Pimpinan DPRK Aceh Tamiang, berikut Komisi 1 dan Anggotanya, maka produk yang akan dihasilkan juga menjadi bertele-tele.

Padahal lahirnya rekomendasi bisa dijadikan dasar, agar Panitia B yang menjadi kewenangan di BPN Provinsi bisa menerbitkan Risalah dan atau pertimbangan untuk Dikeluarkan dan atau dilepaskan, enclave sebahagian Lokasi HGU untuk Kepentingan Fasilitas Umum (Fasum) dan Fasilitas Sosial (Fasos) bagi kepentingan masyarakat Kampung.

Sekilas perjalanan RDP digambarkan Sayed; sehubungan dengan perpanjangan HGU PT. Socfindo dan PT. Sri Kuala yang akan berkahir pada Desember 2024.

Itikat dan kemauan untuk melaksanakan RDP dari pimpinan DPRK Aceh Tamiang, sangat di hargai. Berdasarkan desakan berupa surat LembAHtari tanggal 10 Agustus 2023, dan terlaksana acara RDP 10 Oktober 2023, tanpa menghadirkan pihak PT. Socfindo dan PT. Sri Kuala. Kecuali PTPN1. Hasilnya, nihil Rekomendasi.

Pimpinan DPRK tidak pernah menerbitkan rekomendasi tersebut. “Padahal kami minta ulang RDP tersebut dengan menghadirkan secara lengkap pihak-pihak perusahaan lainnya yang kami sebut di atas,” terang Sayed.

Namun, lanjutnya; RDP kedua pada tanggal 3 November 2023 lalu juga tidak dihadirkan Perusahaan yang dimaksud. Bahkan Ketua DPRK sebelum RDP kedua ke Jakarta melakukan Konsultasi untuk lokasi yang diusulkan dan anggota rapat RDP baru tahu dari Rapat RDP, sebab ketua DPRK Suprianto menyebut pihaknya ke Jakarta untuk konsultasi.

“Kami juga tidak tahu hal itu, karena Ketua DPRK tidak menyampaikan hal mengenai keberangkatannya ke Jakarta kepada kami, Jawabannya usulan-usulan pelepasan untuk Kepentingan Fasum dan atau Publik harus dengan mendapat Rekomendasi dari PJ bupati sebagai dasar untuk pelepasan,” Jelasnya.

Lebih aneh lagi, dalam sidang kedua yang lalu yang di agendakan RDP, kaitan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Padahal ada dasar Peraturan yang bisa dijadikan dasar untuk DPRK merekomendasi Persoalan konflik Agraria dengan pihak Perusahaan Perkebunan bisa dihindarkan sehingga Perpanjangan HGU bisa berjalan baik dan Kepentingan Masyarakat bisa terselesaikan [Catatan peraturan itu telah disampaikan dalam acara RDP].

Sayed berpendapat; sepertinya, Pimpinan DPRK dan Komisi 1 dan anggota Komisi tidak serius menjalankan tugas dan tanggung jawab terhadap RDP ini. “Sepertinya hanya terpaksa dan seremonial saja,” Tudingnya.

Padahal DPRK kan punya Staf Ahli di Komisi bahkan di Fraksi serta tercatat dalam agenda RDP. Itu harus difungsikan sesuai tugasnya.

“Kalau mau menyelesaikan masalah panggil tiga Perusahaan HGU yang akan berakhir izin HGU nya Desember 2024, serta Ketua DPRK bersikap tegas, dan hal ini diaminkan oleh Ketua Komisi 1 saudara Miswanto,” tegasnya.

Sehingga hasil Rekomendasi nanti disampaikan Kepada PJ Bupati untuk dibuat Rekomendasi usulan oleh PJ dan disampaikan kepada BPN Propinsi, Gubernur, Kementerian ATR BPN RI dan Kementerian BUMN.

“Kami menunggu hasil Rekomendasi kedua dan RDP yang ketiga sehingga Final usulan pelepasan untuk Kepentingan Fasum/ Publik dan kepentingan kampung yang berada di sekitar Lokasi HGU,” jelasnya.

Apalagi persoalan penggusuran Warga Desa Perkebunan Sungai Yu dari Lokasi HGU PT. Rapala adalah bukti nyata, pimpinan DPRK dan Komisi 1 tidak mampu menerbitkan hasil Rekomendasi hasil Pansus 6 Juli 2023.

“Bagaimana kami mau bicara tentang adanya Mal Administrasi lahirnya HGU PT RAPALA saat Perpanjangan Izin HGU tahun 2014 dan bagaimana kami mau bicarakan persoalan dan masalah tanggung jawab sosial Perusahaan dan 20% kewajiban Perusahaan dengan Pola Plasma atau Kemitraan kepada Masyarakat yang tinggal di sekitar atau lingkungan Perusahaan?,” tanya Sayed Zainal. (hen)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *