BELAWAN (Berita) : Meski operasional Kapal Jaring Ikan Trawl alias Pukat Trawl dilarang namun faktanya ratusan kapal pukat trawl setiap harinya bebas menangkap ikan secara terang-terangan di perairan Belawan.
Ironisnya, Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) sepertinya tidak perduli dengan aktivitas kapal-kapal pukat trawl yang dampaknya membuat ribuan nelayan tradisional semakin sengsara karena hasil tangkap yang minim.
Selain itu, sejumlah organisasi nelayan dan pengurus organisasi nelayan pun sepertinya tidak peduli dengan aktivitas kapal-kapal pukat trawl tersebut.
Sejumlah nelayan tradisional yang ditemui di tangkahan nelayan Kecamatan Medan Belawan dan Medan Marelan, Selasa (16/2) menyebutkan, akibat banyaknya kapal-kapal jaring ikan trawl tersebut membuat Belawan mendapat julukan sebagai pusat kapal-kapal pukat jaring trawl.
Setiap harinya kapal-kapal pukat trawl meraup segala jenis ikan hingga ke dasar laut sehingga mengganggu ekosistem dan biota laut.
“Kapal jaring ikan trawl menggunakan alat penangkap ikan yang bersifat aktif dimana sistem pengoperasiannya menyentuh dasar laut sehingga merusak ekosistem di dasar laut dan habitat terumbuh karang habis terangkat,” celoteh Kamal ,55, nelayan tradisional di Belawan kepada Berita.
Dijelaskan Kamal, operasional kapal jaring trawl tanpa ada kendala bahkan sepertinya dilindungi oleh sejumlah insitusi meskipun keberadaan kapal pukat trawl sangat merugikan bahkan membuat para nelayan tradisional menderita.
Kamal menuturkan, jaring ikan trawl dioperasikan dengan menebar tali selambar secara melingkar dilanjutkan dengan menurunkan jaring ikan trawl.
Kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan,lalu kedua ujung tali tersebut ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring trawl terangkat.
“Jaring Ikan trawl menggunakan tali selambar dengan ukuran panjangnya 1.000 meter kanan dan kiri 5.00 meter sehingga sapuan lintasan tali selambar sangat luas.
Selain itu, ukuran jaring ikan trawl dan panjang tali selambar digunakan sesuai dengan ukuran kapal.
“Jika kapal diatas 30 Gros Ton (GT) maka jaring ikan trawl dioperasikan dengan panjang tali selembar 6.000 meter, sehingga luas daerah sapuan lintasan tali selambar mencapai 289 Ha.
“Ketika dilakukan penarikan jaring ikan trawl, menyebabkan pengadukan dasar perairan sehingga dapat menimbulkan kerusakan dasar perairan serta dampak signifikan terhadap ekosistem dasar bawah laut,” ujar Kamal.
Nelayan tradisional lainnya bernama Wak Ulung menyebutkan, Jaring Ikan Trawl merupakan salah satu alat penangkapan ikan yang dilarang penggunaannya di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, hal ini dikarenakan alat tangkap tersebut ditengarai dapat menyebabkan kerusakan sumberdaya Ikan dan lingkungan habitatnya.
Disamping itu disebabkan penggunaan alat bantu kapal jaring ikan trawl penangkap ikan tersebut, menggunakan sebuah alat penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan persyaratan, dan seharusnya menggunakan alat jaring ikan ukuran standar yang telah ditetapkan untuk tipe alat tangkap tertentu sesuai dengan persyaratan.
Selain itu, tambah Wak Ulung, dengan menggunakan jaring ikan trawl ini, produksi sumberdaya Ikan akan semakin menurun, dikarenakan penangkapan ikan yang dilakukan secara berlebihan (over fishing), dan ini sudah melebihi dari kemampuan populasi ikan untuk meningkatkan perkembang biakan kembali jumlahnya, sehingga menyebabkan stok ikan berkurang di wilayah pengelolaan perikanan.
“Jika ini terus dilakukan akan dapat menyebabkan dampak serius pada wilayah pengelolaan perairan. Tidak hanya menyebabkan kepunahan spesies ikan namun juga bisa mengancam seluruh spesies hewan laut lainnya yang bergantung pada ikan untuk bertahan hidup,” ujarnya.
Wak Ulung juga menyesalkan adanya sejumlah organisasi nelayan yang tidak peduli dengan aktivitas kapal-kapal pukat trawl bahkan seakan-akan melegalisasi tanpa ada upaya menentang keberadaan kapal-kapal pukat trawl dan mengabaikan keluhan dan penderitaan hasil tangkap nelayan tradisional yang semakin berkurang. (att)