Korban Pemalsuan Surat Minta Perlindungan Hukum Ke Mabes Polri

  • Bagikan
Eduard Pakhpahan, SH, MH kuasa hukum Joharni Sinaga korban dugaan tindak pidana pemalsuan surat, memperlihatkan berkas surat permohonan perlindungan hukum kliennya.beritasore/Andi Aria Tirtayasa.

MEDAN (Berita): Karena kasus dugaan pidana pemalsuan surat dihentikan setelah keluarnya surat pemberitahuan penghentian penyidikan (SP3), korban dugaan tindak pidana pemalsuan surat, Joharni Sinaga ,70, warga Desa Durian Kondot, Kecamatan Kota Rih, Kabupaten Deliserdang minta perlindungan hukum ke Irwasum Mabes Polri.

Melalui kuasa hukumnya, Eduard Pakpahan SH, MH, korban meminta agar Irwasum Polri melakukan audit hukum terhadap oknum Wassidik Poldasu yang dinilai melakukan perbuatan melawan hukum dan perbuatan melanggar kode etik profesi polisi (KEPP) karena mengadakan gelar perkara khusus saat berkas perkara telah tahap I ke Jaksa Peneliti.

“Berdasarkan SP2HP bahwa penyidik Poldasu yang menyidik perkara pemalsuan surat yang diduga dilakukan JS dan TS telah memasuki tahap I.

Pada 17 Februari 2023 penyidik telah mengirimkan berkas perkara ke JPU guna dilakukan penelitian berkas perkara.

Tiba-tiba pada 1 Maret 2023 Wassidik Poldasu melakukan gelar perkara khusus dengan menggiring pada penghentian penyidikan.

Pada 9 Maret 2023 kasus ini harus dihentikan dengan memerintahkan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3),” sebut Eduard Pakpahan kepada wartawan, Sabtu (1/4) di Medan.

Menurut Eduard Pakpahan, biasanya, gelar perkara khusus bisa dilakukan untuk merespons laporan/pengaduan dari pihak yang berperkara atau penasihat hukumnya setelah didapatkan bukti baru (novum).

Namun, dalam kasus ini, penasihat hukum tersangka, TS tidak memiliki bukti baru.

“Fungsinya dilakukannya gelar perkara agar penyidik tidak salah menetapkan perkara.

Bukan dilakukan untuk mencari pembenaran. Dan yang menjadi masalah bahwa penyidikan gelar perkara ini dihentikan.

Menurut kami ini langkah yang sangat keliru. Secara kode etik profesi polisi sudah sangat bertentangan. Sebab korban telah diabaikan haknya,” ujar Eduard.

Oleh sebab itu, tambah Eduard, langkah selanjutnya mengirim surat memohon perlindungan hukum terhadap perilaku oknum Wassidik yang sudah tidak benar.

“Setelah kami kirimkan kami akan lakukan upaya hukum terhadap Wassidik dalam waktu secepatnya kami akan laporkan oknum Wassidik yang kami nilai melanggar kode etik profesi,” tambahnya.

Selain mengirim surat kepada Irwasum Polri, surat yang juga dikirimkan ke Karo Wassidik Polri, Kompolnas dan Ombudsman RI di Jakarta.

Dijelaskan Eduard, kasus ini bermula atas laporan Joharni Sinaga yang mengadukan perbuatan TS ke Poldasu terkait kasus dugaan tindak pemalsuan surat yang teregister dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/ 1041/ VI/ 2022/ SPKT Poldasu tanggal 14 Juni 2022.

Pelapor, Joharni Sinaga juga telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Nomor: B/313/ II/ 2023 pada tanggal 7 Februari 2023.

Bahkan pada 17 Februari 2023 penyidik juga telah mengirimkan berkas perkara tersangka TS ke JPU.

Penyidik kemudian menerima P19 berikut berkas perkara tersangka TS dikembalikan JPU ke penyidik untuk dilengkapi pada tanggal 3 Maret 2023.

Namun, pada 1 Maret 2023 Wassidik Poldasu melakukan gelar perkara khusus dengan menggiring pada penghentian penyidikan.

Pada 9 Maret 2023 kasus ini harus dihentikan dengan memerintahkan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3). (att)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *