Sultan Minta BPDPKS Dilembagakan Secara Independen

  • Bagikan

JAKARTA (Berita): Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin meminta Pemerintah untuk melembagakan Badan Pengelola Dana Perkebunan kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai lembaga keuangan independen di bawah naungan Kementerian Keuangan.

Hal ini diusulkannya sebagai langkah preventif agar BPDPKS bisa bebas dalam berinovasi mengembangkan potensi keuangan Perkebunan kelapa sawit secara profesional tanpa harus diatur dan diawasi oleh banyak kementerian.

“BPDPKS harus terbebas dari proses pengarahan oleh 8 kementerian.

Kami ingin lembaga ini ditetapkan selevel Dirjen di bawah kementerian keuangan dan berperan seperti layaknya Dirjen pajak dan bea cukai”, ujar Sultan melalui keterangan resminya yang diterima Senin (13/2/2023), di Jakarta.

Menurutnya, sebagai CPO Supporting Fund, BPDPKS sudah selayaknya mendapatkan posisi yang proporsional dalam struktur pemerintahan. Tidak sekedar berstatus sebagai badan layanan umum.

Oleh karenanya lembaga ini harus segera dipayungi oleh Undang-undang khusus, sehingga diharap tidak mengalami kemandekan apalagi fraud akibat konflik kepentingan antar kementerian terkait.

“BPDPKS diharapkan benar-benar memberikan kontribusi yang signifikan kepada semua pihak terkait terutama para petani kelapa sawit di daerah”, ungkap Sultan.

Selama ini, tambah Sultan, kita mendapati informasi jika dana BPDPKS hanya terdistribusi kepada korporasi sawit. Akibatnya terjadi ketimpangan pengembangan industri kelapa sawit di tingkat petani.

“Seharusnya triliunan dana pungutan sawit ini lebih diprioritaskan pada pemberdayaan dan pengembangan petani kelapa berskala kecil.

Bukan kepada korporasi sawit yang sudah mendapatkan keuntungan lebih dari kepemilikan dan penggunaan lahan negara secara masif”, tegas mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu.

Diketahui, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) M. Darto, menjelaskan hasil studi SPKS yang mengamati penyaluran dana BPDPKS kepada perusahaan besar sawit ini.

Menurutnya, raksasa sawit ini telah menggerus uang milik petani kelapa sawit yang dikutip pemerintah melalui pungutan ekspor.

Pemerintah Indonesia lebih mementingkan korporasi besar dibandingkan petani kelapa sawit,” ungkap Darto. (aya)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *