JAKARTA (Berita): Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, subsidi bahan bakar minyak (BBM) atau energi telah menimbulkan opportunity cost ke sektor lain yang perlu juga mendapat perhatian pemerintah.
“Opportunity cost adalah hilangnya peluang untuk melakukan belanja atau pembiayaan ke sektor lain, seperti pembangunan sekolah dan rumah sakit.
Padahal, belanja untuk peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan juga sangat penting,” ungkap Menkeu saat webinar di Jakarta, Senin (12/9).
Pelaksanaan belanja anggaran untuk subsidi menimbulkan biaya kehilangan peluang atau opportunity cost atas kepentingan lainnya, terutama kebutuhan masyarakat.
Misalnya, anggaran subsidi BBM yang digunakan untuk penggerak transportasi dan logistik, di sisi lain dapat digunakan untuk berbagai pembangunan fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Menkeu menjelaskan bahwa realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu menghadapi kondisi yang tidak mudah.
Misalnya, tahun ini pemerintah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi energi menjadi Rp 502 triliun, di tengah keterbatasan ruang fiskal. Dengan begitu, pilihan belanja itu selalu menimbulkan opportunity cost.
“Kalau kita menggunakan Rp 500 triliun anggaran untuk subsidi BBM, berarti Rp 500 triliun itu atau opportunity cost-nya akan hilang untuk dipakai untuk membangun hal-hal lain, apakah itu di bidang kesehatan membangun rumah sakit, di bidang pendidikan membangun sekolah, atau meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan para pendidik,” ujar Sri Mulyani.
Sebelumnya pernah dia menyampaikan hal serupa setelah rapat koordinasi Kemenko Perekonomian terkait kebijakan subsidi BBM pada Agustus 2022 yang bermuara pada keputusan naiknya harga BBM.
Kala itu, Sri Mulyani membandingkan kebutuhan anggaran subsidi dan kompensasi energi senilai Rp 502,4 triliun dengan berbagai pembangunan.
Dia menyebut bahwa total anggaran subsidi dan kompensasi itu dapat setara dengan biaya pembangunan 3.333 rumah sakit skala menengah, dengan asumsi biaya Rp150 miliar per rumah sakit.
Lalu, total anggaran itu pun dapat digunakan untuk pembangunan 227.886 sekolah dasar, dengan asumsi biaya Rp 2,19 miliar per sekolahnya.
“Kalau kita concern mengenai kesehatan ini, 41.666 puskesmas yang kita bisa bangun [asumsi biaya Rp12 miliar per unit puskesmas] di seluruh tanah air terutama di daerah tertinggal, terluar, yang mereka jelas tidak menikmati subsidi yang Rp 502 triliun,” terang Sri Mulyani saat itu.
Logika perhitungan opportunity cost pun berlaku bagi belanja lainnya dari pemerintah, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Pernyataan Sri Mulyani mengenai subsidi BBM pun berlaku terhadap pembangunan IKN.
Bahwa banyak masyarakat, terutama mereka di daerah tertinggal dan terluar tidak akan menikmati manfaat dari belanja anggaran untuk pembangunan IKN.
Total biaya pembangunan IKN Nusantara senilai Rp466 triliun setara dengan pembangunan sekitar 3.107 rumah sakit, 212.785 sekolah dasar, dan 38.833 puskesmas.
Lalu, dengan asumsi biaya Rp142,8 miliar per kilometer seperti yang disampaikan Sri Mulyani, anggaran IKN setara dengan pembangunan 3.263 ruas tol baru.
Total biaya pembangunan IKN Rp466 triliun memang tidak seluruhnya berasal dari kantong APBN. Presiden Joko Widodo berjanji hanya akan menggunakan APBN untuk 20 persen dari total biaya.
Apabila mengacu kepada janji itu, total alokasi APBN untuk pembangunan IKN menjadi sekitar Rp 93,2 triliun. Dengan dana tersebut, pemerintah dapat membangun sekitar 621 rumah sakit, 42.557 sekolah dasar, 7.692 unit puskesmas, dan 653 ruas tol baru.
Pemerintah menyatakan bahwa alokasi anggaran pembangunan IKN pada 2022 adalah sekitar Rp5 triliun. Dari belanja tersebut, terdapat opportunity cost yang setara dengan pembangunan 33 rumah sakit, 2.283 sekolah dasar, 416 puskesmas, dan 35 ruas tol baru. (agt)