2021 Penerimaan Pajak Sumut Rp 23,38 T

  • Bagikan
Kakanwil DJP Sumut I Eddi Wahyudi
Kakanwil DJP Sumut I Eddi Wahyudi

MEDAN (Berita): Total penerimaan pajak di Sumatera Utara pada tahun 2021 sebesar Rp 23,28 triliun atau 92,34 persen dari target Rp25,21 triliun. Realisasi ini menunjukkan pertumbuhan positif dibanding tahun 2020 (bruto 12,32 persen vs netto 7,56 persen).

Hal itu diungkapkan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Utara I Eddi Wahyudi dan Kepala Kantor Wilayah dan DJP Sumatera Utara II Anggrah Warsono secara virtual Jumat (21/1).

Eddy merinci  dari total penerimaan Rp23,28 triliun itu terdiri dari penerimaan DJP Sumut I sebesar Rp17,24 triliun atau tercapai 89,12 persen dari target tahun 2021 sebesar Rp19,35 triliun dan DJP Sumut II sebesar Rp6,04 triliun, tercapai 102,93 persen dari target 2021  sebesar Rp5,87 triliun.

“Pada tahun 2021 pertumbuhan di Sumut I sebesar 4,37 persen dan Sumut II sebesar 17,86 persen,” katanya.

Menurutnya, kinerja penerimaan pajak tahun 2021 menunjukkan pertumbuhan positif dibandingkan tahun 2020. Percepatan kinerja penerimaan tersebut mengindikasikan pertumbuhan produktivitas regional dan pemulihan kegiatan ekonomi di tengah kondisi pandemi.

Total restitusi Sumut I dan II pada tahun 2020 sebesar Rp6,12 triliun dan tahun 2021 sebesar Rp7,91 triliun dengan pertumbuhan 29,14 persen. “Tingginya tekanan restitusi menjadi salah satu tantangan dominan dalam tahun 2021,” ungkapnya.

Outlook 2022, kata Eddi, target penerimaan tidak terlalu besar karena ekonomi masih recovery mengingatkan masih pandemi. “Target penerimaan pajak Kanwil DJP Sumut I dan II tahun 2022 diharapkan dalam angka yang rasional di saat perekonomian nasional sedang recovery,” tegas Eddi.

Menurutnya, kondisi penerimaan masih akan dipengaruhi berbagai faktor antara lain kondisi pandemi Covid-19, pulihnya konsumsi masyarakat dan prospek pertumbuhan ekonomi global.

Selain itu pada tahun 2022, pertumbuhan kegiatan ekonomi daerah masih akan didorong oleh realisasi atau fostur APBN/APBD terutama Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Fokus pada perluasan basis pajak, terutama perluasan objek dan ekstensifikasi yang berbasis kewilayahan.

Intensif perpajakan dalam rangka program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tetap akan dalam diberikan dalam lingkup terbatas. Intensif Pajak Penghasilan (PPh) bagi sektor UMKM dan orang pribadi. Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1 persen dari 10 persen menjadi 11 persen.

Per 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022 dimulai Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak yakni memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela.

Eddi menjelaskan terdapat dua kebijakan dalam PPS. Kebijakan pertama diperuntukkan bagi peserta tax amnesty yang belum mengungkapkan harta dalam tax amnesty tahun 2016.

Kebijakan kedua bagi wajib pajak yang belum mengikuti tax amnesty dengan harta berasal dari penghasilan tahun 2016 hingga 2020, namun belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020.

Peserta yang mengikuti PPS tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final yang tarifnya berbeda-beda sesuai kondisi hartanya.

“LPPS menjadi kesempatan yang baik bagi wajib pajak yang sempat mengikuti tax amnesty untuk mengungkapkan semua harta yang belum dilaporkan. Sebaliknya terdapat ancaman sanksi sampai 200 persen jika harta yang belum diungkapkan tersebut diketahui Ditjen Pajak. (wie)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *