Krisis Sumber Daya Pemicu Gerakan Terorisme

  • Bagikan
Tangkapan layar Ahli Kriminologi Universitas Indonesia Arijani Lasmawati memaparkan hasil temuan penelitiannya dalam seminar riset bertajuk, “Pelibatan Remaja dalam Kejahatan Terorisme di Indonesia sebagai Designated Victim” yang disiarkan di platform Zoom Meeting dan dipantau dari Jakarta, Senin (24/1/2022). (ant)
Tangkapan layar Ahli Kriminologi Universitas Indonesia Arijani Lasmawati memaparkan hasil temuan penelitiannya dalam seminar riset bertajuk, “Pelibatan Remaja dalam Kejahatan Terorisme di Indonesia sebagai Designated Victim” yang disiarkan di platform Zoom Meeting dan dipantau dari Jakarta, Senin (24/1/2022). (ant)

JAKARTA (Berita ) : Ahli Kriminologi Universitas Indonesia Arijani Lasmawati mengatakan bahwa krisis sumber daya alam merupakan salah satu pemicu gerakan terorisme yang berlangsung di tingkat global dan memengaruhi Indonesia.

“Krisis ekologi menciptakan keterbatasan sumber daya dan menciptakan kompetisi antara negara-negara adidaya untuk menguasai berbagai sumber daya alam yang terbatas,” kata Ari, sapaan akrab Arijani.

Pernyataan tersebut ia utarakan ketika memaparkan hasil temuan penelitiannya dalam seminar riset bertajuk, “Pelibatan Remaja dalam Kejahatan Terorisme di Indonesia sebagai Designated Victim” yang disiarkan di platform zoom meeting dan dipantau dari Jakarta, Senin (24/1/2022).

Kompetisi antara berbagai negara adidaya, seperti antara Amerika Serikat dengan China, berdampak pada negara-negara lain yang menjadi korban eksploitasi sumber daya.

Lebih lanjut, rasa ketidakpuasan yang muncul di berbagai negara korban eksploitasi melahirkan gerakan perlawanan, seperti seruan jihad global yang diinisiasi oleh Osama Bin Laden dari Al Qaeda atau deklarasi oleh Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

“Serta seruan dari kelompok-kelompok teror lainnya dengan membawa narasi penindasan terhadap Islam oleh kaum kafir,” ucap dia melanjutkan.

Seruan jihad global, menurut Ari, merupakan salah satu pemantik gerakan teror di Tanah Air, sebagaimana yang ia temukan melalui wawancara yang ia lakukan bersama empat mantan anggota kelompok teror.

Dalam wawancara tersebut, Ari menemukan propaganda terorisme global menjadi salah satu faktor dominan berlangsungnya narasi radikal di Indonesia.

Lebih lanjut, propaganda tersebut berkembang dan menguatkan agenda Islam melawan Kafir, dengan narasi umat Muslim harus melawan kafir yang menindas umat Muslim sebagai bentuk jihad.

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus dapat mencermati dan mengantisipasi dinamika perpolitikan serta perekonomian global guna mencegah masuknya propaganda radikal yang dapat memicu perpecahan bangsa.

Dengan pengamatan yang cermat dan antisipasi dini, Pemerintah Indonesia dapat mengeluarkan kebijakan yang lebih tepat untuk menanggulangi cikal bakal terorisme di Tanah Air. (ant)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *