Siti Fadilah : Pandemi Covid-19 Rekayasa Kepentingan Asing

  • Bagikan

MEDAN ( Berita ) : Mantan Menteri Kesehatan RI Siti Fadilah Supari kembali berbicara kritis dan blak – blakan masalah virus Covid-19.

Dia menilai ada yang tidak wajar dan seperti ada rekayasa melihat pola penularan virus ini yang tiba-tiba meledak, tapi tiba-tiba menghilang dan kini dikabarkan kembali muncul varian baru Omicron yang lebih ganas.

Berbicara di channel youtube Waspada TV segmen ‘Kombur Malotup, Cakap-Cakap Anak Medan’, Selasa (21/12), yang dipandu host Muhammad Ikhyar  ‘Casper’ Velayati Harahap, Siti Fadilah mengaku curiga jika penyebaran virus Covid-19 ini tidak alami, melainkan ada rekayasa terselubung yang didalamnya ada kepen tingan luar, terutama dunia farmasi asing untuk perdagangan vaksin.

Dia mengakui, virus covid ada dan angka kematian akibat virus ini juga sedikit meningkat dibanding penyakit biasa lainnya. Tetapi, tidak seburuk yang dibayangkan, karena kebanyakan yang mati adalah yang usianya sudah tua dimana kekebalan tubuhnya sudah lemah terhadap virus.

 Dunia Geger

Karena terjadi ledakan kasus Covid di Wuhan China pada 2019, kemudian WHO mendeklarasikan terjadi pandemic Covid-19. Banyak Negara belum siap menghadapinya termasuk Indonesia, virus inipun seakan menjadi sangat menakutkan karena dibesar-besarkan oleh media di seluruh dunia,”katanya.

Kemudian saat ini, varian Omicron yang juga dikenal sebagai garis keturunan B.1.1.529, dan merupakan varian SARS-CoV-2, sebuah korona virus yang menyebabkan Covid-19 kembali menyebar.

WHO bahkan menyatakannya Omicron sebagai varian yang mesti diwaspadai.

WHO juga telah menyetujui usulan agar varian baru B.1.1529 dari Botswana ini langsung masuk ke dalam kategori variant of concern (VoC) tanpa harus melalui tahap variant of interest (VoI).

VoC merupakan kategori tertinggi untuk varian virus Covid-19 terkait penularan, gejala penyakit, risiko infeksi ulang, dan mempengaruhi kinerja vaksin.

Menanggapi itu, Siti Fadilah Suparin mengatakan, WHO bisa saja salah, seperti yang pernah terjadi dalam kasus flu burung, dimana WHO juga meminta Indonesia untuk menetapkan pandemi flu burung namun dia tolak.

Menurut Supari, sebuah virus, jika itu virus alami dan mutasi yang terjadi pada virus itu juga alami, semakin tinggi tingkat penularannya maka tingkat keberbahayaan virus itu akan semakin menurun.

Virus itu juga tidak mungkin berasal dari hewan dan menginfeksi manusia. Sebab virus yang alami infeksinya dari manusia kemanusia.

“Tapi kalau itu virus hasil rekayasa, bisa saja tingkat penularannya tinggi dan tingkat keberbahayaannya juga tinggi. Karenanya ini harusnya diteliti, kenapa tiba-tiba meledak dan tiba-tiba hilang kemudian muncul lagi,” tuturnya.

Tak Miliki Pemikir Subtantif

Dalam dialog dengan host M Ikhyar Harahap yang akrab disapa Bung Kesper, Siti Fadilah Supari menyatakan, pemerintah Indonesia tidak memiliki kemandirian untuk mengatasi persoalan Covid-19 secara mandiri.

Akibatnya, Indonesiajadi dikendalikan kepentingan asing, dan itu bisa mengancam kedaulatan Indonesia. “Agar tidak dikendalikan oleh kepentingan bangsa lain kita harus memiliki pemikir subtantif, tapi sampai sekarang saya tidak melihat ada pemikir subtantif tentang kevirusan yang adadi Satgas misalnya.

Menteri Kesehatan tidak ada di Satgas, padahal yang harus memikirkan itu harus menteri kesehatan, ini memprihatinkan,”sebutnya.

Supari menceritakan pengalamannya saat mengatasi pandemi flu burung di Indonesia, dia mengumpulkan para flurulog, dokter hewan,BIN (intelijen), ahli medis dan ahli vaksin.

Semua dia kumpulkan untuk mendiskusikan persoalan yang terjadi, kemudian melakukan penelitian dan uji laboratorium untuk melawan dominasi WHO, semuanya dilakukan dalam satu komando, tapi saat ini tidak ada komandonya.

Selama ini, kata Supari, pemerintah menganggap pandemi ini alami. Orang biasa menganggap ini alami karena tidak memiliki pengalaman menganalisanya.

Dan karena diapunya pengalaman serta pernah mengalami persoalan seperti ini dalam kasus flu burung, sehingga dia peka dan merasa ini tidak alami, seperti ada rekayasa.

“Kalau ini tidak alami maka ini namanyabioterorisme atau bio wipon, pemerintah harusmenyikapinya jika demikian dan harus adalangkah-langkah politik strategis yang dilakukan,”katanya.

Disini harus berperan BIN, Menteri Kesehatan, Menhan dan Menko Polhukam, bukan Satgas.

Politik strategi militer pun mau tak mau harus diterapkan karena hal ini menyangkut ancaman kedaulatan negara.

“Kebijakan penetapan pandemi itu bisa merampas kedaulatan satu negara. Indonesia yang aya raya bisa terampas kedaulatannya, sebab dengan rakyatnya banyak yang sakit kemudian pemerintah bingung bagaimana mengatasinya lalu meminta bantuan dunia luar mengatasinya.

Maka disitu kedaulatan negara sudah terkikis, sebab penjajahan baru dalam bentuk kapitalisme farmasi terjadi dengan ketergantungan akan vaksin buatan asing, maka itu berbahaya jika kita tidak memiliki kemandirian,” ujarnya. (Wsp)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *