Ekonomi Sumut Hanya Tumbuh 1,2-1,6 Persen Tahun 2020

  • Bagikan
KEPALA Perwakilan BI Sumatera Utara Wiwiek Sisto Widayat. Berita Sore/Laswie Wakid
KEPALA Perwakilan BI Sumatera Utara Wiwiek Sisto Widayat. Berita Sore/Laswie Wakid

MEDAN (Berita): Wabah virus Corona (Covid-19) tidak hanya menurunkan ekonomi di hampir semua negara di dunia, tapi juga terhadap perekonomian Sumatera Utara.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatera Utara Wiwiek Sisto Widayat mengatakan hal itu kepada wartawan di Medan Selasa (14/4).

Dengan perkembangan terkini, dimana pertumbuhan dunia diperkirakan tumbuh negatif -1.1 persen (JP Morgan, 20 Maret 2020) serta tiongkok tumbuh hanya 2,3 persen (World Bank), perekonomian Sumut berpotensi melambat lebih dalam sebesar 3,8 persen sehingga pertumbuhan berada di kisaran 1,2 persen- 1,6 persen (yoy) di tahun 2020.

“Seluruh komponen permintaan diprediksi bias ke bawah sementara komponen Lapangan Usaha utama akan melambat, terutama perdagangan dan pariwisata,” tegas Wiwiek.

Sedangkan dalam skenario mild, perekonomian Sumut dibayangi risiko perlambatan akibat Covid-19.

Meluasnya dampak Covid-19 diprakirakan mendorong perlambatan perekonomian Sumut menjadi berada di kisaran 4,3-4,7 persen (yoy).

“Melambat 0,8 persen dari baseline dalam scenario mild,” katanya.

Sementara itu, pada tahun 2019, ekonomi Sumut tumbuh 5,22 persen dan tahun 2018 tumbuh sebesar 5,18 persen.

Sebelum ada Covid-19, BI Sumut memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 dapat tumbuh di kisaran 5,1 hingga 5,5 persen (yoy).

Ia menyebut dari sisi pengeluaran seluruh komponen melambat lebih dalam namun demikian konsumsi pemerintah diperkirakan relatif tetap.

Perlambatan terdalam akan dirasakan pada triwulan II 2020 dan akan meningkat pada triwulan berikutnya seiring dengan fase pemulihan akibat Covid-19.

Pada kasus Covid-19 perlambatan dirasakan di sektor eksternal maupun domestik.

“Untuk itu dibutuhkan upaya keras menahan penurunan daya beli masyarakat melalui program jaring pengaman sosial melalui anggaran pemerintah,” katanya.

Konsumsi rumah tangga mulai tertekan pada triwulan pertama.

Berbagai data indikator dan survei menggambarkan perlambatan konsumsi rumah tangga, yang terkonfirmasi dari penurunan transaksi non-tunai dalam bentuk ATM Debet, Kartu Kredit, dan Uang Elektronik.

Di samping itu, ekspektasi masyarakat disinyalir juga melemah tercermin dari penurunan beberapa indeks pada survei konsumen Bank Indonesia.

Nilai transaksi kartu ATM Debet menurun dipengaruhi oleh penurunan transfer.

Begitu pula, nilai transaksi kartu kredit juga sedikit menurun terutama untuk transaksi belanja.

“Nilai transaksi uang elektronik menurun drastis pada komponen belanja,” jelas Wiwiek.

Dari sisi eksternal, tambahnya, volume ekspor dan impor sudah menurun.

Sampai Februari 2020, volume ekspor sudah menurun untuk beberapa negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, Jepang, AS, dan India.

Volume impor juga menurun utamanya dari Tiongkok, AS dan India.

Ekspor komoditas utama sudah terlihat menurun signifikan, terkecuali karet meningkat disinyalir digunakan untuk pembuatan gloves ditengah pandemi Covid-19.

Sementara Impor yang masih tinggi berupa impor pakan ternak dan mesin industri.

Meski demikian ditengah penurunan volume, kinerja ekspor impor secara nominal masih relatif meningkat disinyalir terkait kenaikan harga tahunan dan nilai tukar.

Volume ekspor terutama untuk CPO dan barang manufaktur menurun seiring dengan permintaan global yang menurun (tercermin dari PMI manufaktur mitra dagang utama).

Meskipun demikian, ekspor komoditi karet dan kopi yang didukung masih baiknya harga komoditas di pasar internasional memberikan optimisme tersendiri.

Penurunan volume ekspor dirasakan untuk seluruh negara tujuan.

“Volume ekspor CPO Sumut turun dipengaruhi oleh penurunan permintaan dari Tiongkok, India dan Amerika Serikat,” ungkap Wiwiek. (Wie)

Berikan Komentar
  • Bagikan