ASAHAN (Berita): Seorang ibu di Desa Bangun, Kecamatan Pulau Rakyat, Kabupaten Asahan terpaksa memasung anaknya sendiri dengan rantai yang dikunci dengan gembok dan mengurungnya di dalam rumah seorang diri.
Pria lajang berinisial EP, 30, itu dipasung karena menganiaya ibu kandungnya sendiri Minah dengan memukulkan kayu ke kepalanya, mengakibatkan korban mengalami pendarahan di kepala dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit terdekat karena hingga tak sadarkan diri.
“Tadinya saya panggil-panggil anak saya mau memberi kue dari tadarus di masjid. Begitu anak saya datang langsung memukul kepala saya dengan kayu hingga kepala saya bocor dan banyak mengeluarkan darah hingga saya tak sadar dan dibawa ke rumah sakit”, kata Minah, 58, ibu kandung EP saat ditemui wartawan di kediamannya Dusun V Desa Bangun, Kecamatan Pulau Rakyat, Kabupaten Asahan, Minggu (20/7/2025).
Penganiayaan itu bukan terjadi kepada ibunya saja tapi tapi juga terhadap kemanakannya sendiri. Suatu ketika cucu dari anak pertamanya dari dua bersaudara itu sedang duduk bermain, tiba-tiba spontan ditinju wajahnya sekuatnya oleh EP hingga korban yang masih berusia sekitar 5 tahun itu terjengkang dan jatuh ke tanah.
“Dia (EP, red) kalau sudah minta rokok tidak belikan langsung marah dan memukul, peralatan dapur dipecahinya, rumah pun diancam mau dibakar, . Itulah sebabnya EP terpaksa dirantai, sebab kalau tidak ayam, angsa, kucing yang bisa ditangkapnya dicekik dan dibanting sampai mati,” kata Minah..
Menurut Minah awalnya EP ketika tamat dari SMP tidak mau melanjut ke SMA, malah minta dibelikan sepeda motor Kawasaki Ninja RR. Orang tuanya tidak mampu, karena keinginannya tidak keturutan ia jadi sering merenung.
Untuk bisa tercapai apa yang diinginkan itu EP sempat ikut dengan ayahnya bekerja di Asam Jawa Kota Pinang. Ketika pulang ke rumah ia dituduh mencuri uang ayahnya sehingga sempat mendapat penganiayaan dari keluarga ayahnya.
Minah sudah berupaya mengobatkan anak lajangnya itu secara medis maupun ke orang pintar, tetapi tidak berhasil karena EP diduga mengidap gangguan jiwa.
Atas bantuan seorang polisi yang bertempat tinggal di Desa Bangun EP dibawa ke rumah sakit jiwa Medan, tapi baru satu bulan setengah anaknya tersebut sudah dinyatakan sembuh dan bisa dibawa pulang. Namun kenyataan EP semangkin parah selalu mengamuk bila permintaannya tidak diberi.
“Sudah empat puluh setengah juta habis uangku mengobatkan EP tak ada sembuhnya malah semangkin parah,” ucapnya.
Minah menuturkan, sebelum suaminya meninggal dunia sempat dibangun sebuah rumah gedung yang sekarang ditempati oleh abang EP dan satu rumah bangunan lama dihuni oleh Minah sendiri. “Untunglah ada rumah yang tidak layak huni yang sudah dibedah dari bantuan pemerintah yang sekarang jadi tempat pemasungan EP”, ungkap Minah.
Sejauh ini, kata Minah, pihaknya belum pernah didatangi oleh pihak Pemerintah Desa, kecamatan maupun kabupaten, kecuali pernah dari pemerintah Desa datang mendata EP untuk mendapat bantuan sebagai warga tidak mampu.
Minah berharap anaknya EP bisa mendapat perhatian dari Dinas Sosial Kabupaten Asahan.
Dirinya tidak keberatan bila anaknya dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa atau panti penanganan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) demi kesembuhannya, karena pemasungan terhadap anaknya dalam keadaan terpaksa.
“Saya enggak malu-malu saya kerja meleles berondolan sawit dan cari lidi di kebun, kalau enggak gitu dari mana saya bisa memberi makan EP dan memberi rokoknya setiap hari,” tandanya.
Sementara ditemui wartawan EP tidak mengenakan baju hanya memakai celana panjang warna hitam yang sudah tampak kotor duduk di lantai dapur. Badannya yang kurus dengan tatapan mata yang sayu dari balik pintu besi yang mirip dengan ruang penjara
Tapi ia tampak ramah dan mau diajak bicara dengan wartawan meskipun terkadang jawabnya tidak nyambung.
“Sudah makan,” tanya wartawan. ” Sudah baru makan, baru pulang dari ladang, ladangku lebar,” jawab EP. Dari pengamatan media EP masih punya rasa ceria tak kala mendengar suara musik bahunya digoyang-goyangkan, kadang juga mau bernyanyi sendiri meskipun tanpa musik. (min)