GUNUNGSITOLI (Berita): Perjalanan matematika keluar dari ruang kelas kini menapaki jalur baru: membatik. Inilah yang dihadirkan Universitas Negeri Medan (Unimed) lewat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) bersama Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UKM (INKOPUKM) Kota Gunungsitoli dalam pelatihan desain batik digital.
Di ruang pelatihan bertempat di Kantor INKOPUKM Gunungsitoli, pada 25 Juni 2025, sebanyak sepuluh pelaku seni dari komunitas kreatif lokal berkumpul untuk menjajaki cara baru menciptakan motif batik, bukan dengan canting atau malam, tapi dengan gawai dan teori simetri.
Mereka berkenalan dengan Ambatig, aplikasi rancangan tim dosen Unimed yang mengawinkan prinsip matematika dan seni rupa. Di balik layar aplikasi itu, tersembunyi teori frieze dan kristalografi—konsep simetri dalam matematika—yang diterjemahkan menjadi pola batik digital penuh ritme dan keunikan.
Fitur kanvasnya memungkinkan pengguna berkreasi secara mandiri, kapan saja, di mana saja.
“Kami ingin memperluas makna matematika, membawanya dari papan tulis ke kehidupan nyata,” ujar Dinda Kartika, M.Si., dosen Matematika Unimed sekaligus koordinator kegiatan, Senin (14/7/2025).
Ia menyebut pelatihan ini bagian dari program pengabdian kepada masyarakat berbasis kemitraan wilayah, agar hasil riset kampus tak berhenti di jurnal ilmiah, melainkan menjelma jadi manfaat nyata.
Suasana pelatihan terasa interaktif. Rizki Habibi, M.Si., tampil sebagai narasumber utama, mengajak peserta membedah pola, menyusun simetri, lalu langsung mencoba menuangkan motif di layar ponsel.
Dosen-dosen lain pun turut mendampingi, di antaranya Didi Febrian, M.Sc., Arnah Ritonga, M.Si., Debi Yandra Niska, M.Kom., Drs. Misgiya, M.Hum., dan Ade Andriani, M.Pd., serta mahasiswa Ardian Kurniaman Harefa.
Kepala Dinas INKOPUKM Gunungsitoli menyambut baik inisiatif ini. Menurutnya, pemberdayaan melalui pendekatan digital seperti Ambatig membuka peluang baru bagi pengrajin lokal untuk tetap relevan di tengah arus industri kreatif yang makin terdigitalisasi.
Respons dari peserta pun hangat. Beberapa mengaku baru kali ini mengenal metode membatik berbasis aplikasi, dan langsung tertarik untuk mengembangkannya sebagai bagian dari produksi motif khas Gunungsitoli yang lebih segar dan beragam.
Lewat Ambatig, Unimed menegaskan bahwa pertemuan antara teknologi, ilmu, dan budaya bukan sekadar jargon, melainkan jalan nyata menuju pemberdayaan masyarakat. Harapannya, aplikasi ini bisa menjadi bagian dari gerakan membangun ekonomi kreatif yang berakar pada lokalitas, tapi tak tertinggal oleh zaman. (aje)