JAKARTA (Berita): Sekarang masyarakat lebih suka bicara pada influencer karena orang merasa release wah itu gue banget.
“Yang bahaya influencer ini memberi informasi yang tidak akurat,” kata Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang juga merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Senin (4/8/2025) malam.
Saat itu Kiki, panggilan akrab Friderica Widyasari Dewi berbicara saat menjadi keynote speed pada media gathering Kantor OJK Se Wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) berlangsung di hotel Kebayoran Park Jakarta Selatan selama tiga hari (4-6 Agustus 2025).
Acara itu dihadiri Kepala OJK Provinsi Sumatera Utara selaku Koordinator Wilayah Sumatera Bagian Utara Khoirul Muttaqien didampingi oleh Kepala OJK Provinsi Riau Triyoga Laksito, Kepala OJK Provinsi Sumatera Barat Roni Nazra, Kepala OJK Provinsi Aceh Daddi Prayoga dan Kepala OJK Provinsi Kepulauan Riau Sinar Dananjaya. Dihadiri Kepala Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Mohammad Ismail Riyadi.
Diikuti wartawan ekonomi dari lima daerah Sumbagut yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau (Kepri).
Kiki mengatakan kalau zaman dulu kita yg cari informasi. Sekarang bangun tidur informasi banjir dengan kebenaran yg diragukan. Namun kalau ini dibanjiri terus menerus maka bisa berdampak pada masyarakat.
“Jadi bagaimana ketika kita dijejali dengan informasi sangat masif dan bagaimana masyarakat dapat informasi yang akurat,” katanya.
Kiki melihat pentingnya peran media massa dalam menjaga kepercayaan publik terhadap sektor jasa keuangan. Kepercayaan publik adalah pondasi sektor jasa keuangan, dan media adalah penjaganya.
“Media memegang peran krusial sebagai trusted gatekeeper yang dapat menjaga stabilitas psikologis publik melalui pemberitaan yang akurat, konstektual, dan bertanggung jawab,” kata Kiki.
Tiga poin utama yang menjadi kunci dalam membangun ekosistem komunikasi yang sehat antara regulator dan publik, yakni: peran media sebagai penjaga kepercayaan, pentingnya pengelolaan narasi publik, dan kolaborasi strategis untuk meningkatkan literasi keuangan.
Kiki menjelaskan, krisis kepercayaan sama dengan krisis komunikasi, untuk itu narasi publik harus dikelola bukan dibiarkan.
“Kepercayaan publik merupakan fondasi utama sektor jasa keuangan. Tanpa kepercayaan, sistem keuangan tidak akan berjalan optimal. Di sinilah peran penting media,” ujarnya.
Ia melihat krisis kepercayaan biasanya berakar dari krisis komunikasi. Oleh karena itu, OJK tidak cukup hanya mengandalkan regulasi, tetapi juga perlu membangun narasi publik yang kuat, terarah, dan terus-menerus diperkuat melalui dukungan media.
“Jika narasi publik tidak dikelola, maka ruang publik akan diisi oleh informasi yang tidak akurat dan berpotensi merusak stabilitas,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kiki mengajak media untuk menjadi mitra strategis OJK dalam menyampaikan kebijakan serta mengedukasi masyarakat. Ia mendorong terbentuknya sinergi dalam memperkuat literasi dan perlindungan konsumen.
“Media tidak hanya sebagai penyampai pesan, tapi juga sebagai duta literasi keuangan. Kolaborasi ini penting untuk membangun masyarakat yang paham dan tangguh secara finansial,” tegasnya. (wie)













