RI Siap Hadapi Kebijakan Negara Maju 

  • Bagikan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (ketiga kiri depan), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (ketiga kanan depan), Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg (kedua kiri depan), Menteri Keuangan Uni Emirat Arab Mohamed Bin Hadi Al Hussaini (kiri depan), Senior Deputi Gubernur Bank Sentral Italia Luigi Federico Signorini (kedua kanan depan), Chair Financial Stability Board Klaas Knot (kanan depan) dan para kepala delegasi pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) Presidensi G20 Indonesia mengikuti sesi foto bersama di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (17/2/2022). Pertemuan yang berlangsung pada 17-18 Februari 2022 itu merupakan rangkaian pertemuan di Jalur Keuangan dalam Presidensi G20 Indonesia yang membawa enam agenda prioritas, yakni exit strategy untuk mendukung pemulihan yang adil, pembahasan scarring effect untuk mengamankan pertumbuhan masa depan, sistem pembayaran di era digital, keuangan berkelanjutan, inklusi keuangan, dan perpajakan internasional.(ant)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (ketiga kiri depan), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (ketiga kanan depan), Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg (kedua kiri depan), Menteri Keuangan Uni Emirat Arab Mohamed Bin Hadi Al Hussaini (kiri depan), Senior Deputi Gubernur Bank Sentral Italia Luigi Federico Signorini (kedua kanan depan), Chair Financial Stability Board Klaas Knot (kanan depan) dan para kepala delegasi pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) Presidensi G20 Indonesia mengikuti sesi foto bersama di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (17/2/2022). Pertemuan yang berlangsung pada 17-18 Februari 2022 itu merupakan rangkaian pertemuan di Jalur Keuangan dalam Presidensi G20 Indonesia yang membawa enam agenda prioritas, yakni exit strategy untuk mendukung pemulihan yang adil, pembahasan scarring effect untuk mengamankan pertumbuhan masa depan, sistem pembayaran di era digital, keuangan berkelanjutan, inklusi keuangan, dan perpajakan internasional.(ant)

JAKARTA (Berita): Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia telah mempersiapkan diri menghadapi respons kebijakan negara maju (advance country) saat terjadi volatilitas di pasar keuangan, baik  untuk mengelola sentimen pasar maupun dalam mengantisipasi, melalui serangkaian langkah signifikan dan fundamental

“Sejumlah inisiatif bilateral ditempuh untuk mengimplementasikan diversifikasi mata uang antara lain melalui penggunaan Local Currency Settlement (LCS) untuk mendukung stabilitas perekonomian,” katanya pada sesi Leader’s Insight bertajuk “Strategic Policy Framework to Enhance The Usage of Local Currency Settlement in Trade and Investment in Asia,” Rabu (16/2).

Acara tersebut merupakan pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (Finance Ministers and Central Bank Governors Meetings/FMCBG) pada Presidensi G20, yang berlangsung mulai tanggal 14 sd 19 Februari 2022 di Jakarta.

Menkeu mengapresiasi langkah Bank Indonesia yang telah mendorong implementasi LCS sejak 2018.

Sebab Penerapan local currency settlement pada perdagangan bilateral dinilai sebagai langkah tepat dalam pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19. Skema itu dapat diterapkan dalam skala lebih besar dengan dukungan negara-negara G20.

Menkeu menjelaskan bahwa risiko seperti pandemi Covid-19 dapat berdampak terhadap pasar keuangan dan sektor riil.

Sebelumnya, gangguan terhadap perekonomian seringkali datang dari risiko fiskal dan moneter, bukan dari masalah kesehatan, sehingga kondisi saat ini harus menjadi pelajaran.

“Ini penting untuk mengurangi ketergantungan dari menggunakan satu jenis mata uang, khususnya dolar Amerika Serikat. LCS juga dapat menurunkan biaya transaksi, karena pelaku perdagangan tidak perlu mengonversi [mata uangnya] ke dolar terlebih dahulu,” jelas Sri.

Indonesia saat ini mendorong inisiatif dengan berbagai mitra bilateral, seperti Malaysia, Thailand, dan Jepang untuk mengimplementasikan diversifikasi mata uang dalam transaksi perdagangan. Indonesia pun mendorong LCS dalam transaksi di masa pandemi Covid-19 ini.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menekankan pentingnya diversifikasi penggunaan mata uang untuk memfasilitasi investasi dan perdagangan global bagi negara berkembang, guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kerentanan, termasuk potensi dampak sistemik dari guncangan global.

LCS sebagai salah satu implementasi diversifikasi mata uang dapat mengendalikan volatilitas nilai tukar dan mendukung ekonomi.

Pada tahun 2022 ini, BI meyakini transaksi LCS akan meningkat, setelah tumbuh signifikan di tahun 2021.

“Pada 2021, BI mencatat, total nilai transaksi LCS mencapai US$2,53 miliar, meningkat signifikan dari tahun sebelumnya yang mencapai US$797 juta.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memproyeksikan transaksi tersebut akan tumbuh sebesar 10 persen pada 2022,” ujar Perry seusai Menkeu menjadi pembicara

Dia menyampaikan, jumlah tersebut didominasi oleh transaksi perdagangan yang mencapai 35 persen dari total transaksi, kemudian remitansi sebesar 14 persen dan investasi 1 persen, serta interbank for cover position sebesar 50 persen.

“Transaksi LCS yang didorong oleh BI, tidak hanya akan mendorong transaksi perdagangan dan investasi, tetapi juga turut mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi,” imbuh Per

China Dukung

Senada dengan hal tersebut, Gubernur People’s Bank of China (PBC), Yi Gang, turut menyampaikan dukungan PBC pada skema diversifikasi mata uang.

Yi Gang meyakinkan bahwa skema kerja sama penyelesaian transaksi dengan LCS dapat meningkatkan perdagangan dan investasi.

Dukungan tersebut dinyatakan melalui implementasi LCS antara Tiongkok dengan Indonesia yang dipercaya memperkuat ekonomi kedua negara sekaligus mendukung percepatan pemulihan ekonomi di kawasan Asia.

Dalam sesi high level discussion tersebut, Chief Representative of The Bank for International Settlements (BIS) for Asia and The Pacific, Siddharth Tiwari, menambahkan perlunya mendorong daya tarik pasar mata uang lokal melalui pengembangan pasar keuangan dengan penggunaan mata lokal diantaranya pasar surat utang negara, pasar repo, dan pasar derivatif untuk lindung nilai atas risiko nilai tukar.

Chief Representative of BIS juga mendorong bank sentral untuk menggandeng para investor untuk meningkatkan investasinya pada surat utang korporasi dalam mata uang lokal, seperti BIS Asian Bond Fund. (agt)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *