MEDAN (Berita): Pada Mei 2023, NTP Provinsi Sumatera Utara (2018=100) tercatat sebesar 123,51 atau turun 2,30 persen dibandingkan dengan NTP April 2023, yaitu sebesar 126,42.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara Nurul Hasanudin Kamis (8/6) mengatakan NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib).
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Menurutnya, penurunan NTP Mei 2023 disebabkan oleh turunnya NTP dua subsektor, yaitu NTP subsektor Hortikultura sebesar 0,07 persen dan NTP subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 4,37 persen.
Sementara itu, NTP tiga subsektor lainnya mengalami kenaikan, yaitu NTP subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,29 persen, NTP subsektor Peternakan sebesar 2,16 persen, dan NTP subsektor Perikanan sebesar 0,10 persen.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Provinsi Sumatera Utara Mei 2023 sebesar 120,56 atau turun sebesar 2,44 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.
Pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin Kamis (8/6) mengatakan kondisi NTP itu seakan menunjukan bahwa rata rata petani Sumut daya belinya masih relatif terjaga.
“Namun, untuk beberapa sektor justru daya beli petani Sumut kian terbenam belakangan ini,” katanya.
Gunawan menyebut katakanlah petani hortikultura yang indeksnya jauh dibawah angka 100. Saat ini NTP hortikultura berada diangka 83.60.
Salah satu yang paling tergambar dari penurunan NTP Hortikultura adalah penurunan harga cabai yang sejauh ini masih dibawah harga keekonomiannya. Petani cabai setidaknya membutuhkan rata rata harga minimal Rp 28 ribu per kg agar NTP nya bisa dikerek mendekati 100.
Meskipun pada dasarnya NTP hortikultura tidak melulu berbicara cabai. Masih ada sejumlah komoditas sayuran lainnya termasuk tanaman obat di dalamnya.
Disusul selanjutnya NTP peternakan yang juga masih di bawah 100. Meskipun di bulan Mei kemarin NTP peternakan naik 2,16 persen, namun besaran NTP peternakan masih di level 98,14.
“Akan tetapi untuk NTP Peternakan, saya sangat yakin sekali indeksnya akan mencapai 100 di bulan juni ini,” ungkap Gunawan.
Hal ini seiring dengan membaiknya harga jual daging dan telur ayam, sekalipun dari sisi produksinya diproyeksikan lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
“Walau demikian untuk mencapai indeks 100 saya pikir dengan realisasi daging dan telur ayam saat ini, nilainya akan lebih dari 100 di bulan Juni,” katanya.
Selain dua NTP tersebut, ada NTP Perikanan yang sejauh ini angkanya masih diatas 100, atau tepatnya di 107,21.
Mahalnya harga ikan segar belakangan ini menjadi gambaran membaiknya NTP perikanan. Hanya saja untuk ikan yang dihasilkan dari budidaya, angkanya masih dibawah 100 atau tepatnya 98,82.
Sehingga kalau disimpulkan, daya beli petani di Sumut yang menyediakan kebutuhan pangan pokok untuk masyarakat masih terpuruk.
Berbeda dengan sejumlah petani lainnya, petani untuk tanaman perkebunan rakyat daya belinya masih terjaga. Karena NTP nya masih diatas 100 atau tepatnya di angka 156,73.
Namun yang perlu diwaspadai terjadi penurunan indeks yang cukup besar dalam sebulan terakhir, penurunannya mencapai 4,37 persen secara bulanan.
Penurunan NTP perkebunan ini sangat kuat hubungannya dengan penurunan harga komoditas unggulan Sumut, utamanya kelapa sawit.
Penurunan harga sawit yang berlanjut, sangat berpeluang untuk memicu terjadinya penurunan pada NTP petani di masa yang akan datang.
“Saya menilai dari sekian banyak petani, petani perkebunan dan hortikultura yang memberikan kontribusi besar bagi sektor pertanian di wilayah Sumut.
Akan tetapi gambaran daya beli petaninya terlihat jauh berbeda antara petani di masing masing sub sektornya,” kata Gunawan. (wie)















