Ombudsman Investigasi Ke UPTD IBI Saree

  • Bagikan
TIM Ombudsman Aceh melakukan investigasi ke lokasi UPTD IBI Dinas Peternakan Aceh di Saree, Jumat (5/6). Berita Sore/Marwan Muhammad
TIM Ombudsman Aceh melakukan investigasi ke lokasi UPTD IBI Dinas Peternakan Aceh di Saree, Jumat (5/6). Berita Sore/Marwan Muhammad

ACEH BESAR (Berita): Berdasarkan hasil investigasi Ombudsman Aceh didapatkan bahwa sapi kurus di UPTD Inseminasi Buatan dan Inkubator (IBI) Dinas Peternakan Aceh,​ karena kurang asupan makanan sehingga menjadi kurus, sakit, kurang gizi, dan sangat memprihatinkan.

Hal itu terungkap saat Tim Ombudsman Aceh melakukan investigasi langsung ke lokasi UPTD IBI Dinas Peternakan Aceh di Saree, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar.

“Berdasarkan informasi yang kami terima, sapi tersebut kurus karena kurang diberi makanan. Ini patut kita pertanyakan, kemana anggaran selama ini yang dianggarkan untuk pakan konsentrat dan pakan hijauan ternak tersebut,” kata Dr Taqwaddin, Kepala Ombudsman Aceh usai turun langsung ke lapangan Jumat (5/6).

“Kami berharap pemerintah menjelaskan kepada publik terkait manfaat dari pengadaan bibit yang selama ini menggelontarkan anggaran ratusan milyar, akan tetapi dampak dari program tersebut tidak dirasakan oleh publik. Perlu diketahui bahwa, satu rupiah pun uang rakyat harus dipertanggungjawabkan,” sambungnya.

Berdasarkan informasi, sampai sekarang belum ada payung hukum tentang pemanfaatan sapi tersebut untuk menambah Penghasilan Asli Daerah (PAD). Sehingga sapi tersebut tidak dapat dimanfaatkan dan hanya dipelihara saja sejak pengadaannya pada tahun 2016 dan 2017.

“Saat ini kita belum ada payung hukum tentang pemanfaatan sapi hasil ternak tersebut, masih berorientasi pada bidang pendidikan saja. Sehingga sapi disini terkadang sudah mengalami sampai tiga kali penggemukan,” kata Zulfadli Kepala UPTD IBI Sare saat dimintai keterangan oleh Tim Ombudsman.

“Terkait sapi yang kurus, dapat saya jelaskan bahwa hal ini terjadi karena kekurangan konsentrat dan bukan karena proses adaptasi,” tambah Zulfadli.

“Seharusnya program itu berorientasi pada kemanfaatan baik bagi daerah dan publik. Pada program pembibitan sapi ini apa dampak bagi masyarakat Aceh?” Tanya Taqwaddin dengan nada kesal.

“Program ini sudah berjalan empat tahun, dari 2016 sampai 2020 sekarang. Semestinya setiap tahun di evaluasi apa capaian atau outputnya, ini malah anggaran digelontorkan terus menerus untuk program yang tidak memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Idealnya, dengan proyek pengadaan penggemukan sapi yang mencapai 700an ekor pada tahun 2016 dan 2017 harga daging sapi di Aceh bisa turun. Tapi faktanya, tidak juga,” papar Taqwaddin.

“Kami berharap ini menjadi bahan evaluasi Pemerintahan Aceh, khususnya DPRA dalam pembahasan anggaran nantinya dan ini juga menjadi perhatian pihak yudikatif, baik Polda Aceh maupun Kejati Aceh untuk mengusut kejadian ini. Kemana uang pakan yang dianggarkan sehingga mengapa sampai ada puluhan sapi yang kurus kering penyakitan seperti itu,” pungkas Taqwaddin. (mm)

Berikan Komentar
  • Bagikan