MEDAN (Berita): Setelah membaik di 2022, pertumbuhan ekonomi global 2023 diprakirakan lebih rendah dari prakiraan, bahkan disertai risiko resesi di berbagai negara.
“Perekonomian global melambat, imbasnya ke Sumatera Utara, mulai terlihat di semester II tahun ini dan itu tidak bisa dihindari,” kata Doddy Zulverdi, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatera Utara Selasa (25/10/2022) sore dalam Bincang Bareng Media (BBM) di Kantor Perwakilan BI Sumut Jalan Balaikota Medan.
Saat itu, Doddy didampingi Deputi Kepala Perwakilan BI Sumut Azka Subham dan Kepala Divisi Implementasi Ekonomi BI Sumut Poltak Sitanggang.
Doddy menjelaskan perlambatan ekonomi global dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi perekonomian, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif.
Gangguan rantai pasok terus menunjukkan perbaikan meski masih berada di level yang tinggi.
Tekanan inflasi yang masih tinggi mendorong bank sentral menempuh kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga turut mendorong peningkatan ketidakpastian global, depresiasi nilai tukar serta penurunan aliran modal ke negara berkembang.
“Situasi global masih belum menentu disertai pertumbuhan ekonomi yang melambat. Bahkan inflasi cukup tinggi membuat sejumlah negara membuat kebijakan moneter,” ungkapnya.
Ia memaparkan inflasi Amerika Serikat mencapai 6,20 persen, Uni Eropa 10 persen, Kanada 7 persen, Australia 6,10 persen, Brazil 9 persen dan India 6,70 persen.
Bahkan sejumlah negara global membuat prediksi inflasi di atas inflasi yang terjadi di negara mereka.
“Dampaknya aliran modal, ke Indonesia jadi negatif. Begitu pula impor komoditi khususnya produk CPO juga berkurang yang gilirannya harga jadi jatuh. Ini sudah mulai terasa di semester II tahun 2022,” jelas Doddy.
Namun menurut Doddy, meski ekonomi Indonesia khususnya Sumatera Utara terimbas, tapi kontraksinya tidak begitu jatuh sekali.
Dari sisi ekspor, meski menurun tapi ada beberapa komoditi Sumut yang dibutuhkan dunia seperti CPO. “Jadi dampak ekspor tidak begitu terlalu jatuh,” katanya.\
Ditambah kondisi domestik dimana konsumsi masyarakat cukup kuat dan investasi juga cukup tinggi. Rencana proyek -proyek strategis nasional banyak diimplementasikan tahun depan, seperti proyek Trans Sumatera. “Meski efek global terasa tapi tidak terlalu kuat,” tegasnya.
Ia menyebut pertumbuhan ekonomi tetap bias ke atas dalam kisaran proyeksi 4,5-5,3 persen pada 2022 dan tetap kuat pada 2023.
Perbaikan tersebut ditopang oleh peningkatan konsumsi swasta, tetap kuatnya ekspor, serta daya beli masyarakat yang masih terjaga di tengah kenaikan inflasi.
Berbagai indikator pada bulan September 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran dan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur mengindikasikan tetap berlangsungnya proses pemulihan ekonomi domestik.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diprakirakan tetap kuat, khususnya batu bara, CPO, serta besi dan baja seiring dengan permintaan beberapa mitra dagang utama yang masih kuat dan kebijakan pemerintah untuk mendorong ekspor CPO dan turunannya. (wie)















