JAKARTA (Berita): Hingga September 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah pengguna aset kripto di Indonesia telah mencapai 18,61 juta konsumen dengan nilai transaksi sekitar Rp360 triliun.
“Kondisi ini memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu pasar utama aset keuangan digital di dunia,” kata Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK.
Hasan berbicara pada Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) dan Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2025 di Jakarta, Jumat (31/10/2025). Hal ini disebutkan Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M Ismail Riyadi dalam siaran persnya diterima melalui Kantor OJK Provinsi Sumatera Utara Jumat (31/10/2025).
Dalam sesi diskusi dengan tema “Masa Depan Aset Kripto: Inovasi Aset Kripto dan Tantangan Keamanan Transaksi”, Hasan menegaskan komitmen OJK untuk terus mengembangkan ekosistem aset keuangan digital dan aset kripto secara seimbang antara dorongan inovasi dan penerapan tata kelola yang baik.
Hasan menyampaikan bahwa perkembangan aset kripto dan teknologi blockchain menghadirkan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi digital, namun di sisi lain memunculkan tantangan baru, terutama dalam aspek keamanan transaksi dan pelindungan konsumen.
“Dari rangkaian kalimat temanya saja sudah menghadirkan dua perimbangan yang harus dijawab. Di satu sisi aset keuangan digital, aset kripto ini memunculkan berbagai peluang dan potensi manfaat ekonomi yang tinggi, tapi di sisi lain kita juga harus mampu menjawab berbagai tantangan, terutama pada aspek ancaman atas keamanan transaksi yang dilakukan,” ujar Hasan.
Ia menegaskan pentingnya penerapan prinsip responsible innovation agar inovasi digital tetap mendukung stabilitas sistem keuangan nasional.
“Kami di OJK berkomitmen bersama industri untuk terus mengembangkan industri baru ini dengan pendekatan efektif dan berimbang. Di satu sisi mendorong inovasi, tapi di sisi lain tetap mengedepankan pelindungan konsumen dan menjaga agar inovasi tidak menimbulkan gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan nasional,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hasan menambahkan bahwa masa depan aset kripto di Indonesia akan sangat bergantung pada kemampuan seluruh pemangku kepentingan dalam menciptakan regulasi yang seimbang serta memperkuat kolaborasi lintas sektor.
“Masa depan aset kripto di Indonesia akan sangat tergantung pada kemampuan kita dalam menghadirkan regulasi yang seimbang, mendorong ekosistem yang inklusif, dan membangun sinergi yang kuat di antara para pemangku kepentingan,” kata Hasan.
OJK, lanjut Hasan, terus memperkuat kebijakan dan ekosistem aset keuangan digital melalui pendekatan inovasi yang bertanggung jawab, antara lain melalui Sandbox OJK, penyempurnaan regulasi perdagangan aset kripto, serta peluncuran Pedoman Keamanan Siber bagi penyelenggara perdagangan aset keuangan digital.
Sebelumnya pada Agustus 2025 lalu, OJK telah meluncurkan Pedoman Keamanan Siber bagi Penyelenggara Perdagangan Aset Keuangan Digital di Indonesia.
“Pedoman ini dirancang untuk memperkuat ketahanan industri terhadap ancaman siber, melindungi data dan aset konsumen, serta meneguhkan komitmen Indonesia terhadap keamanan dan integritas sistem keuangan digital nasional,” tutup Hasan. (wie)













