JAKARTA (Berita) : Ketua Umum Batak Center, Sintong M. Tampubolon, mengatakan dalam usia 80 tahun Indonesia merdeka, kita diingatkan bahwa kebudayaan bukan hanya warisan, tetapi juga karakter dan teladan masa depan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati dan menghidupi kebudayaannya.
“Batak Center mendukung dan siap menjalankan program kemitraan serta berkolaborasi dengan Rumah Budaya Indonesia dalam mempromosikan kebudayaan Indonesia di luar negeri sebagai bagian dari diplomasi budaya,” kata Sintong Tampubolon dalam acara Apresiasi I Batak Center sekaligus syukuran HUT ke-80 RI dan HUT ke-7 berdirinya Batak Center, dengan tema “Merajut Keberagaman Budaya Nusantara Menuju Indonesia Emas 2045”, dihadiri Menteri Kebudayaan Fadli Zon, di NT Tower, Pulomas Selatan, Jakarta Timur, Senin (18/8).
Menurutnya, Batak Center bersama para stakeholder budaya akan melanjutkan beberapa program strategis, sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 270/B/2014 tanggal 8 Oktober 2014, dan sertifikat yang diserahkan pada tanggal 17 Oktober 2014 di Museum Nasional,” jelas Sintong Tampubolon.
“Batak Center dibentuk untuk menghimpun potensi dan energi positif warga Batak untuk membangun kembali Batak dan Habatakon melalui upaya menggali-temukan nilai-nilai luhur Habatakon yang menopang eksistensi warga Batak.
Tidak saja di tanah Batak, tetapi juga yang
telah berdiaspora ke daerah lain di Indonesia maupun di berbagai penjuru dunia; lintas puak, lintas agama dan kepercayaan, lintas generasi, lintas gender dan lintas zonasi atau benua, ujar Tampubolon.
Sekjen Batak Center, Jerry R. Sirait, menyampaikan manifesto kebudayaan sebagai satu pilar utama untuk tetap tegaknya komitmen persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sebagaimana semangat Sumpah Pemuda tahun 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
“Kegiatan apresiasi I ini juga menghasilkan kesepakatan bersama antara Batak Center dan Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN) untuk meningkatkan kerja sama strategis guna memperkuat pelestarian dan pengembangan budaya, aktif menggalakkan promosi, penelitian, dan sinergi dalam menjalin kemitraan yang kuat, untuk fokus pada inisiatif mendukung keberlanjutan tradisi serta nilai-nilai luhur budaya Batak dan Nusantara,” kata Jerry Sirait.
Dalam acara ini dilakukan pengumuman dan Penyerahan Apresiasi I BATAK CENTER, bagi anak-anak yang fasih berbahasa Batak, Pegiat Bahasa dan Aksara Batak, Lembaga-lembaga Keumatan dan Keagamaan yang menggunakan Bahasa Batak pada seremoni lembaganya, dan bagi lembaga-lembaga mitra Batak Center.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut: Inspektur Jenderal Kementerian Kebudayaan, Fryda Lucyana; Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN), A.A. Mapparessa; Ketua Batak Center, Sintong M. Tampubolon; dan Ketua NT Korps, Nurdin Tampubolon.
Museum Batak
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menekankan perlunya museum Batak sebagai pusat edukasi dan literasi. Ia juga membahas pentingnya sebuah museum.
“Manuskrip Batak harus diangkat dan dikenal, diambil pengetahuannya, dimanfaatkan, dan dikembangkan,” kata Menbud.
Fadli Zon mengatakan Kementerian Kebudayaan sangat mendukung berbagai upaya kolaborasi dalam pemajuan kebudayaan.
“Seharusnya ada yang namanya museum Batak. Museum ini bukan tempat sekedar etalase akhir, tapi museum ini harus hidup menjadi pusat edukasi, narasi, literasi, dan bisa menimbulkan satu ekosistem,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menbud mengatakan tema Merajut Keberagaman Budaya Nusantara Menuju Indonesia Emas, adalah tema yang sangat sejalan sekali dengan visi dari Presiden Prabowo Subianto, yang telah mendirikan Kementerian Kebudayaan.
Baru pertama kali dalam sejarah 79 tahun Indonesia merdeka, baru ada Kementerian Kebudayaan yang berdiri sendiri, yang bukan merupakan gabungan dengan kementerian yang lain jelasnya.
“Ini adalah juga bukti bahwa Pak Prabowo sangat peduli, sangat concern dengan pemajuan kebudayaan sebagai fondasi jati diri kita.
Selain kita ini kaya dan beragam, yang kemudian diikat dalam Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu juga, ini menjadikan budaya itu yang berbeda itu bukan ancaman, tapi justru budaya itu menjadi perekat, menjadi binding power, menjadi kekuatan perekat, bukan kekuatan pemecah belah,” katanya. (Has)













