LBH Madina Minta Bupati, Ketua DPRD Dan Kapolres Bantu Warga Singkuang 1

  • Bagikan
Teks foto Berita/ist Petani Desa Singkuang 1 belum dapat plasma dari perusahaan dalam rentang 18 tahun. Belakangan, masyatakat dilaporkan ke polisi.
Teks foto Berita/ist Petani Desa Singkuang 1 belum dapat plasma dari perusahaan dalam rentang 18 tahun. Belakangan, masyatakat dilaporkan ke polisi.

 

PANYABUNGAN (Berita): Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Madina Yustisia meminta agar Bupati Madina, Ketua DPRD Madina, dan Kapolres Madina mau mencarikan solusi dialami masyarakat Singkuang 1, Kec. Muara Batang Gadis, Kab. Mandailing Natal.

“Kami percaya, tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, apalagi kalau Bupati, Ketua DPRD dan Kapolres Madina mau bersimpati menyelesaikan persoalan ini,” ujar Ketua LBH Madina Yustisia Ali Isnandar, SH, MH seusai tiga petani dan pengurus koperasi diperiksa di Mapolres Madina, Senin (29/5).

Ali mengingatkan, jangan kita biarkan masyarakat konflik berkepanjangan dengan perusahaan, apalagi sampai ada yang dilaporkan. “Sudah pasti masyarakat tidak akan sanggup melawan perusahaan yang begitu besar, karena bukan tandingan mereka,” ujarnya.

“Masyarakat hanya ingin hidup sejahtera dan bisa menyekolahkan anak-anak meraka, dengan kehadiran PT. RPR seharusnya itu bisa diwujudkan,” ujar tambah Ali Isnandar.

Dia menyatakan keherannya, karena ratusan warga Desa Singkuang 1 menuntut hak plasma dari PT. Rendi Permata Raya (PT. RPR), malah perusahaan melaporkan ke polisi terhadap tiga petani dan pengurus Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama (KP-HSB).

Ali Isnandar selaku yang mendampingi masyarakat Desa Singkuang 1, Kec. Muara Batang Gadis, Kab. Madina menyebut, laporan itu diajukan pihak perusahan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/115/V/2023/SPKT/POLRES MADINA/POLDA SUMUT Tanggal 14 Mei 2023.

“Yang dilaporkan tiga orang Sdr. Sapihuddin, Tasri dan Bayhaki selaku Ketua, Sekretaris dan Bendahara KP-HSB dan 16 orang lainnya ikut dipanggil sebagai saksi, namun untuk hari ini baru sembilan orang diperiksa di Polres Mandailing Natal,” jelas Ali.

Menurut Ali, materi pemeriksaan hari ini seputar dugaan tindak pidana pada peristiwa menutup atau memblokir jalan masuk ke dalam pintu gerbang PT. PRP dengan menggunakan beberapa karung goni berisikan pasir, diletakkan di depan pintu gerbang diduga dilakukan Sapihuddin, Tasri dan Bayhaki Sabtu 13 Mei 2023 sekira pukul 10.00 di Desa Pasar 1 Singkuang, Kec. Muara Batang Gadis, Kab. Madina.

“Harusnya tidak ada laporan polisi jika pihak perusahaan mampu memahami bahwa masyarakat tersebut sesungguhnya adalah mitranya,” ucap Ali.

Terkait tuduhan menutup pintu masuk PT. RPR, Ali menjelaskan, perbuatan itu tidak ada dilakukan oleh Sapihuddin, Tasri maupun Bayhaki.

“Pada saat ratusan warga melakukan unjuk rasa, Sdr. Sapihuddin, Tasri dan Bayhaki selaku pimpinan sedang bernegoisasi dengan pihak perusahaan supaya jangan dulu mengeluarkan TBS sebelum adanya kejelasan mengenai plasma mereka,” katanya.

Hal itu, lanjut dia, dilakukan agar massa aksi mau kondusif. Tetapi pihak perusahaan tetap bersikeras ingin mengeluarkan TBS mereka sehingga secara spontan massa aksi mengangkut pasir dalam karung goni dan meletakkannya di depan portal milik PT. RPR, namun Sdr. Sapihuddin, Tasri dan Bayhaki tidak tahu siapa melakukannya.

Lebih lanjut, menurut Ali Isnandar, sejauh ini pihaknya belum mengetahui pasal apa yang dilanggar oleh masyarakat petani Desa Singkuang 1 terkait sehingga mendapat panggilan dan diperiksa kepolisian.

“Sejauh ini kami belum mengetahuinya, karena di dalam surat panggilan tidak ada disebutkan pasal berapa yang diduga dilanggar, seharusnya menurut Pasal 112 ayat (1) KUHAP surat panggilan itu disampaikan dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas,” katanya.

Pun begitu, lanjut dia, pihaknya tetap beritikad baik menghadirinya “tanpa ada rasa takut karena yang kami perjuangkan adalah hak kami sebagai warga negara yang sudah ditetapkan dalam undang-undang,” tegas Ali.

Terkait persoalan ini, Ali meminta agar pihak kepolisian yang melakukan penyelidikan/penyidikan mampu melihat persoalan ini secara utuh dan tidak hanya melihat dari sisi hukum pidana saja, melainkan juga ada persoalan hak masyarakat yang selama 18 tahun tidak diakomodir oleh perusahaan, sehingga menjadi penyebab adanya peristiwa kegaduhan di lapangan. (irh)

 

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *