JAKARTA (Berita): Anggota DPR RI dari daerah pemilihan (dapil) Sumut III Hinca Panjaitan meminta Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status tanggap bencana menyusul cuaca ekstrem yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor melanda berbagai wilayah di kawasan Pulau Sumatera, seperti di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, hingga Riau dalam beberapa hari terakhir.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat ini menegaskan langkah cepat pemerintah sangat dibutuhkan karena situasi di lapangan telah menyentuh level darurat dan mengancam keselamatan warga.
“Karena ini urusan kemanusiaan Saya kira Presiden segera menetapkan tanggap bencana,” tukasnya saat menjadi pembicaraan pada diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Bersatu Siapkan Langkah Antisipasi Potensi Bencana Alam’, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/11).
Menurut Hinca, fenomena cuaca ekstrem yang memicu hujan hingga 150 milimeter per hari dan angin kencang berkecepatan lebih dari 56 km/jam itu tidak biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya.
“Sudah banyak video yang kita lihat di media sosial, semua menyayat hati. Air deras membawa pohon, jembatan putus, kota gelap karena listrik padam. Ini bukan situasi yang bisa ditunda,” ungkap Hinca.
Hinca mengakui, selama tiga hari terakhir, dia intens berkomunikasi dengan keluarga, komunitas, dan relawan di berbagai daerah, termasuk Toba Raya, Tapanuli Tengah, Sibolga, hingga Medan.
” Saya tiga hari terakhir ini terus berkomunikasi dengan keluarga dengan teman-teman dan para sahabat dengan komunitas-komunitas yang ada di sana, terutama yang di daerah Toba, Tapanuli Tengah, dan di Sibolga.
Bahkan pagi ini berita itu juga datang dari kota Medan. Siang ini ibu mertua saya pun harus diungsikan karena air sudah masuk ke rumah. Medan gelap karena hujan ekstrem dan listrik padam,” katanya.
Upaya pengecekan kondisi keluarga dan warga juga terhambat karena listrik padam, komunikasi terputus, dan akses jalan rusak. Sejumlah relawan yang dikirim pun terpaksa kembali karena kondisi cuaca memburuk dan medan berbahaya.
Melihat tingkat kerusakan dan ancaman lanjutan dari cuaca ekstrem yang diperkirakan masih berlangsung hingga tiga minggu ke depan, Hinca meminta pemerintah pusat segera mengambil langkah cepat.
” Negara harus hadir penuh, baik untuk memenuhi kebutuhan makanan, air, bantuan medis bagi para korban, maupun penyelamatan warga yang masih terancam,” tegasnya.
Hinca mengatakan, komunikasinya dengan Kapolda Sumatera Utara dan jajaran kepolisian menunjukkan bahwa bantuan mulai didistribusikan, namun kondisi alam membuat penanganan di banyak titik sangat sulit. PLN juga tengah bekerja memulihkan listrik yang padam akibat pohon tumbang.
Informasi Publik
Bukan itu saja, Hinca juga meminta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tidak lengah dan terus memperbarui informasi untuk daerah-daerah lain yang berpotensi terdampak, termasuk Riau yang berbatasan langsung dengan wilayah bencana.
Ia pun berharap peran media dapat mempercepat penyaluran informasi dan bantuan ke masyarakat.
“Media adalah tempat masyarakat mencari informasi cepat. Tolong bantu kita, sesuai talenta dan kemampuan masing-masing, untuk menyelamatkan warga negara kita dimanapun mereka sedang menghadapi bencana,” pinta Hinca sembari berharap agar bencana ini segera berakhir dan pemerintah bersama masyarakat dapat melewatinya dengan gotong royong.
Ketika ditanya soal kerusakan ekologis akibat dari penebangan hutan yang terjadi selama ini, turut memperparah bencana banjir bandang dan tanah longsor tersebut, Hinca tidak menapiknya.
Karena itu Hinca juga mengimbau perusahan -perusahan yang beroperasi di kawasan Sumut untuk turut serta memberikan bantuan bantuan kemanusiaan.
Ancaman Cuaca Ekstrem Masih Tinggi
Sementara Forecaster BMKG Agie Wandala Putra yang juga menjadi pembicara menegaskan bahwa kondisi siaga bencana hidrometeorologi tetap perlu diberlakukan mengingat hujan ekstrem dan angin kencang masih berpotensi terjadi dalam 24 hingga 72 jam ke depan. Ia menekankan bahwa siklon yang awalnya dikenal sebagai bibit siklon tropis 95B itu merupakan fenomena langka karena tumbuh sangat dekat dengan wilayah Indonesia.
“Biasanya badai tropis tidak terbentuk sedekat ini dengan Indonesia. Ini menjadi bukti bahwa perubahan iklim dan pemanasan global memberikan dampak nyata,” ujarnya
BMKG mencatat siklon telah melewati fase badai tropis, namun sirkulasinya masih aktif dan terus bergerak ke arah timur. Kecepatan angin masih mencapai 56 km/jam, cukup memicu pembentukan awan hujan intens di wilayah barat Indonesia.
Dalam 24 jam ke depan, hujan lebat hingga ekstrem diperkirakan masih mendominasi Aceh, Sumatera Utara, dan Riau. Kondisi tanah yang sudah jenuh meningkatkan risiko banjir bandang, longsor, dan gangguan serius terhadap aktivitas penyelamatan di lapangan.
Gelombang Tinggi dan Angin Kencang
Selain hujan ekstrem, BMKG memperkirakan angin kencang serta ketinggian gelombang lebih dari 2 meter di pesisir Barat dan Utara Sumatera. Aktivitas masyarakat di wilayah pesisir, termasuk nelayan, diminta dihentikan sementara demi keselamatan.
“Ini adalah sistem yang kompleks. Ancaman masih bergerak dalam dua hingga tiga hari ke depan,” kata Agie.
Ia juga menjelaskan bahwa Indonesia tengah memasuki fase hujan di atas normal akibat penguatan angin barat dan interaksi sistem monsun dengan gelombang tropis. Bahkan saat ini terdapat dua sistem badai yang dekat dengan Indonesia: satu di Laut Cina Selatan dan satu di sekitar Sumatera.
Sejarah mencatat fenomena serupa pernah terjadi, termasuk Tropical Cyclone Vamei (2001) dan Siklon Seroja (2021) yang melanda Nusa Tenggara Timur. Karena itu, Agie menilai penting bagi masyarakat untuk memiliki memori bencana yang lebih kuat agar respons cepat dapat dilakukan.
Tetap Waspada
BMKG menekankan pentingnya pemantauan informasi resmi dari BMKG, BNPB, BPBD, dan tim lapangan, terutama karena curah hujan di sejumlah titik telah mencapai kategori ekstrem, yakni lebih dari 150 mm per hari.
“Meski ada indikasi pelemahan, mohon tetap waspada. Proses evakuasi pun perlu sangat hati-hati karena kondisi di lapangan masih berat,” tuturnya.
BMKG memperkirakan kondisi mulai membaik dalam empat hingga lima hari ke depan, meski kewaspadaan tetap diperlukan mengingat Indonesia memasuki puncak musim hujan pada Januari. (aya)













