JAKARTA (Berita): Nilai transaksi dan jumlah Konsumen Aset Kripto (2020 – Oktober 2024) dimana sampai dengan Oktober 2024, nilai transaksi perdagangan aset kripto di Indonesia mencapai Rp475,13 triliun.
Nilai transaksi perdagangan itu mengalami peningkatan signifikan sebesar 352,89 persen secara tahunan dan mencapai puncaknya pada tahun 2021 dengan nilai transaksi Rp859,40 triliun.
Hal itu dikatakan Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Selasa (4/3/2025) sore.
Hasan berbicara pada Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Februari 2025 yang dipimpin Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar secara hybrid, online dan offline zoom.
Selain Hasan, narasumber pada konferensi pers itu seluruh Anggota Dewan Komisioner (ADK) OJK dihadiri wartawan dari seluruh Indonesia secara zoom yang sehari -hari meliput di OJK Pusat dan daerah.
Hasan menjelaskan pertumbuhan transaksi aset kripto di Indonesia juga berkontribusi positif bagi penerimaan pajak. Sejak 2022 hingga Oktober 2024, Pemerintah membukukan pajak atas transaksi aset kripto sebesar Rp942,88 miliar.
Tingkat Adopsi Kripto di Dunia
Dalam laporan Triple – A yang diterbitkan pada Mei 2024, Indonesia menduduki peringkat ke-12 negara dengan adopsi aset kripto tertinggi di dunia, yaitu sebesar 13,90 persrn dari jumlah populasi
Menyikapi perkembangan pesat aset kripto di Indonesia, pada tahun 2018 Indonesia mulai mengatur dan mengawasi perdagangan aset kripto.
Alur Perdagangan Aset Kripto dalam Ekosistem
Lembaga Kliring Penjaminan dan Penyelesaian Perdagangan AKD AK (Kliring)
Lembaga Kliring Penjaminan dan Penyelesaian Perdagangan AKD AK (Kliring)
Adalah badan usaha yang menyediakan jasa penyelesaian dan penjaminan penyelesaian transaksi perdagangan AKD AK.
Melihat perkembangan inovasi digital di sektor keuangan termasuk perkembangan aset kripto baik di global maupun domestik, melalui Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 216 ayat (1) UU P2SK, Indonesia menambah. kewenangan OJK untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) yang bertujuan untuk membawa sektor keuangan nasional lebih kuat dan berkembang.
OJK menempatkan pengaturan dan pengawasan aset kripto dalam level of playing field yang sama dengan regulator lain maupun lembaga jasa keuangan lainnya yang telah terlebih dahulu diatur oleh OJK (same activity, same rule, same regulatory outcome).
Peralihan pengaturan dan pengawasan AKD AK membuka peluang bagi OJK untuk mengembangkan regulasi yang inovatif di sektor digital dalam rangka menyeimbangkan pelindungan konsumen dengan inovasi.
Di sisi lain, OJK menghadapi tantangan mengingat karakteristik sektor ini berbeda dari jasa keuangan tradisional, sehingga OJK harus memahami dinamika pasar digital dan risiko unik yang melekat pada teknologi baru ini terutama terkait kejahatan siber dan kompleksitas teknologi blockchain.
Fase Pengembangan, Penguatan Peraturan, dan Pengawasan Aset Kripto
Pasca peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan aset kripto, OJK mengambil langkah smooth landing yang menitikberatkan pada kesinambungan pengaturan, perizinan, persetujuan, dan penegakan kebijakan yang telah ada. Dengan pendekatan ini,
OJK menjaga keberlanjutan regulasi dan memperkuat landasan industri aset kripto untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan.
Perubahan Terminologi Kelembagaan Penyelenggara Perdagangan AKD AK
OJK berkomitmen untuk memperkuat pengawasan AKD AK melalui lima pendekatan strategis yang bertujuan untuk menciptakan ekosistem AKD AK yang lebih aman, transparan, dan berkelanjutan:
POJK AKD AK mengatur bahwa Penyelenggara Perdagangan AKD AK wajib menerapkan prinsip tata kelola yang baik, manajemen risiko, integritas pasar, keamanan dan keandalan sistem informasi termasuk ketahanan siber, pelindungan konsumen, pencegahan TPPU, TPPT, dan PPSPM, serta pelindungan data pribadi.
Selain itu, POJK AKD AK juga mengatur tata kelola penyimpanan dan pengamanan perpindahan AKD AK dan dana fiat konsumen dengan mempertimbangkan prinsip manajemen risiko.
Kewajiban Penyelenggara Perdagangan AKD AK antara lain sebagai berikut; Kewajiban Strategi Anti Fraud, Pelindungan Konsumen
Kewajiban Program APU PPT PPPSPM, Penerapan Program Tata Kelola Yang Baik Termasuk dan Manajemen Risiko.Kewajiban Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Organisasi.
‘Dengan peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan AKD AK, OJK berkomitmen memberikan pelindungan yang lebih baik bagi konsumen,” tegas Hasan.
Sebagai contoh, POJK AKD AK mengatur pemasaran produk dan/atau layanan AKD AK, ketersediaan pengungkapan informasi, penerapan pelindungan data pribadi dan mekanisme penyelesaian perselisihan. Hal ini sejalan dengan POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Selain itu, OJK juga menyediakan layanan pengaduan bagi konsumen yang menghadapi permasalahan dengan Penyelenggara Perdagangan AKD AK agar hak konsumen terlindungi.
Penyelenggara AKD AK diwajibkan untuk memiliki standar keamanan dan pengawasan teknologi informasi dalam melindungi aset konsumen dan menjaga keamanan transaksi.
Selain itu, Penyelenggara Perdagangan AKD AK wajib memperhatikan dan menerapkan prinsip Confidentiality, Integrity, and Availibility (CIA) dalam menjaga keamanan data dan informasi. Standar keamanan tersebut diharapkan dapat mengatasi meminimalisir gangguan baik dari dalam maupun luar, dengan menerapkan pelindungan yang menyeluruh, termasuk ketahanan siber.
Penyelenggara AKD AK diwajibkan untuk memiliki standar keamanan dan pengawasan teknologi informasi dalam melindungi aset konsumen dan menjaga keamanan transaksi. Selain itu, Penyelenggara Perdagangan AKD AK wajib memperhatikan dan menerapkan prinsip Confidentiality, Integrity, and Availibility (CIA) dalam menjaga keamanan data dan informasi.
Standar keamanan tersebut diharapkan dapat mengatasi meminimalisir gangguan baik dari dalam maupun luar, dengan menerapkan pelindungan yang menyeluruh, termasuk ketahanan siber. (wie)