MEDAN (Berita): Angka kemiskinan Sumatera Utara mengalami kenaikan sebesar 0,17 persen poin yaitu dari 7,19 persen pada September 2024 menjadi 7,36 persen pada Maret 2025.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara diwakili Statistisi Ahli Utama BPS Sumut, Drs Misfaruddin MSi mengatakan hal itu kepada wartawan di kantornya Jalan Asrama Medan Jumat (25/7/2025).
Misfaruddin menjelaskan angka kemiskinan ini setara dengan 1,14 juta jiwa pada Maret 2025, atau bertambah sekitar 29,3 ribu jiwa. Jika dibandingkan Maret 2024, turun sebesar
0,63 persen poin.
“Persentase penduduk miskin. Di daerah perkotaan dan pedesaan hampir sama,” katanya.
Ia memaparkan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2025 sebesar 7,10 persen, dan di daerah perdesaan sebesar 7,71 persen. “Terjadi sedikit kenaikan baik
di daerah perkotaan maupun perdesaan, masing-masing sebesar 0,09 persen poin
dan 0,27 persen poin,” ujarnya.
Jika dibandingkan Maret 2024 masing-masing turun sebesar 0,83 persen poin dan 0,37 persen poin.
Garis Kemiskinan pada Maret 2025 tercatat sebesar Rp.666.546/kapita/bulan
dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp509.871,- (76,49 persen) dan
Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp156.675 atau sekitar 23,51 persen.
Pada periode September 2024-Maret 2025, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan
(P1) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan. P1 naik dari
1,084 pada September 2024 menjadi 1,126 pada Maret 2025, sementara P2 naik
dari 0,246 menjadi 0,263.
Naiknya P1 mengindikasikan adanya kecenderungan penurunan rata-rata pengeluaran konsumsi penduduk miskin yang tidak mampu mengikuti peningkatan garis kemiskinan, atau dengan kata lain kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin bertambah.
Selanjutnya P2 – yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran
konsumsi diantara penduduk miskin – naiknya indeks ini mengindikasikan bertambahnya ketimpangan pengeluaran konsumsi diantara penduduk miskin.
“Atau dengan kata lain penyebaran pengeluaran konsumsi kurang baik atau merata,” jelasnya.
*Perkembangan Tingkat Kemiskinan, Maret 2014 – Maret 2025*
Namun menurut Misfaruddin, secara umum, pada periode Maret 2014 – Maret 2025 tingkat kemiskinan di Sumatera Utara
secara linier cenderung menurun meskipun terjadi fluktuasi dalam jumlah maupun persentase penduduk miskin.
Katanya, ada dua fase naik-turun yang terjadi, fase pertama dari Maret 2014 yang
meningkat hingga September 2015, yang kemudian mengalami penurunan pada Maret 2016 hingga September 2019.
Fase kedua terjadi pada Maret 2020 yang mengalami peningkatan hingga September 2020. Kenaikan tingkat kemiskinan pada fase pertama, khususnya pada Maret 2015 hingga Maret 2017 dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.
Sementara kenaikan jumlah dan persentase
penduduk miskin pada fase kedua, periode Maret 2020 hingga September 2020 merupakan dampak terjadinya pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia.
Keadaan berbalik sejak Maret 2021 hingga September 2024 dimana terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin, namun mengalami sedikit peningkatan pada Maret 2025.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret 2025 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.140,25 ribu jiwa atau sebesar 7,36 persen terhadap total penduduk Provinsi Sumatera Utara.
Jumlah penduduk miskin tersebut meningkat jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan September 2024 yang mencatatkan jumlah penduduk miskin
sebanyak 1.110,92 ribu jiwa atau sebesar 7,19 persen.
Terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin sebanyak 29,3 ribu jiwa pada periode September 2024 – Maret 2025, dengan
kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0,17 persen poin.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2024 – Maret 2025
jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sebanyak 12,8 ribu jiwa. Sedangkan di perdesaan bertambah sebanyak 16,6 ribu jiwa, dengan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami peningkatan sebesar 0,09 persen poin.
“Sementara di perdesaan mengalami peningkatan sebesar 0,27 persen poin,” jelasnya.
Misfaruddin menjelaskan garis kemiskinan adalah besaran jumlah rupiah yang ditetapkan sebagai suatu batas pengeluaran minimal untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang.
“Garis kemiskinan sangat dipengaruhi oleh faktor harga pasar komoditi yang dibeli dan dikonsumsi, yang cenderung naik dari waktu ke waktu, sehingga garis kemiskinan cenderung meningkat juga dari waktu ke waktu,” jelas Misfaruddin .
Penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada Maret 2025 garis kemiskinan
di Sumatera Utara sebesar Rp666.546 per kapita per bulan.
Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp694.542 per kapita per bulan, dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp630.844 per kapita per bulan. Jika dibandingkan dengan garis kemiskinan September 2024 (Rp648.336/kapita/bulan).
Garis kemiskinan Sumatera Utara naik sebesar 2,81 persen. Garis kemiskinan di daerah perkotaan naik 2,98 persen dan garis kemiskinan di perdesaan juga naik sebesar 2,67persen.
Dengan memerhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) pada Maret 2025, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM),
bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan.
“Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2025 sebesar 76,49 persen,” tutupnya. (wie)