JAKARTA (Berita): Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melanjutkan kasus
pinjaman online (pinjol) ke tahapan penyelidikan, setelah melalui proses penyelidikan awal sejak 4 Oktober 2023.
Deswin Nur, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama pada Sekretariat Jenderal KPPU dalam siaran persnya diterima Jumat (27/10) mengatakan dalam tahap penyelidikan ini, KPPU telah menetapkan 44 penyelanggara peer-to-peer (P2P) lending sebagai Terlapor atas dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, khususnya pasal 5 terkait penetapan harga.
Pada tahap penyelidikan yang ditetapkan melalui Rapat Komisi tanggal 25 Oktober 2023 tersebut, KPPU akan memanggil para pihak termasuk Terlapor, saksi, atau ahli yang berkaitan guna mengumpulkan alat bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran.
Sebagai informasi, KPPU telah selesai melaksanakan penyelidikan awal atas dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha pinjol yang tergabung dalam Asosiasi Fintech
Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Dalam tahap tersebut, diketahui AFPI telah
menerbitkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi secara Bertanggung Jawab yang mengatur penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya (selain biaya keterlambatan) yang tidak melebihi suku
bunga flat 0,8 persen per hari, yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman.
Pada tahun 2021, besaran tersebut diatur tidak melebihi 0,4 per hari. Setiap anggota AFPI wajib menandatangani suatu pakta integritas yang didalamnya mewajibkan anggota untuk tunduk pada pedoman yang dibuat asosiasi tersebut.
Deswin menyebut dalam penyelidikan awal, KPPU telah melakukan berbagai kegiatan pengumpulan informasi, termasuk permintaan informasi secara tertulis kepada para anggota AFPI dan permintaan keterangan dari lima penyelenggara P2P lending, AFPI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Melalui proses tersebut, KPPU telah memperoleh satu alat bukti dugaan
pelanggaran pasal 5 dan memenuhi persyaratan untuk dilanjutkan ke tahap penyelidikan.
KPPU juga menemukan bahwa tujuan pengaturan AFPI atas penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya tersebut adalah untuk melindungi konsumen dari biaya predatory lending, atau praktik pemberian pinjaman yang mengenakan syarat ketentuan bunga dan/atau biaya-biaya yang tidak wajar bagi penerima pinjaman atau tidak memperhatikan kemampuan membayar kembali penerima pinjaman.
Proses penyelidikan akan berlangsung tertutup selama 60 hari kedepan,
dan tidak tertutup kemungkinan adanya perpanjangan masa penyelidikan ataupun
penambahan Terlapor, bergantung pada alat bukti yang diperoleh.
Pada proses tersebut, KPPU akan membuktikan apakah perilaku beberapa penyelenggara P2P lending yang
menerapkan suku bunga yang sama tersebut merupakan hasil kesepakatan diantara para
penyelenggara.
Pada prinsipnya di suatu pasar yang bersaing, setiap pelaku usaha P2P
lending akan menjalankan usahanya secara lebih efisien, sehingga mampu menetapkan tarif suku bunga yang lebih rendah dari para pesaingnya serta memberikan berbagai pilihan fasilitas dan tarif suku bunga bagi konsumen. (wie)