MEDAN (Berita): Kenaikan harga beras yang diakibatkan oleh turunnya produksi beras secara nasional, naiknya harga beras internasional, kenaikan biaya produksi dan kompetisi harga di tingkat kilang padi.
“Hal ini menimbulkan ekspektasi harga yang rentan dimanfaatkan oleh para spekulan,” tegas Ridho Pamungkas, Kepala Kantor Wilayah I Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Selasa (19/9).
Hal ini disampaikan Ridho saat menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah dalam rangka Memastikan Ketersediaan Pasokan dan Keterjangkauan Harga Beras di Provinsi Sumatera Utara.
Rakor dipimpin Asisten Perekonomian dan Pembangunan Agus Tripriyono di ruang rapat 1 Kantor Gubernur Sumatera Utara didampingi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara, IGP Wira Kusuma.
Ridho mengatakan solusi jangka pendek untuk mengatasi spekulan adalah dengan melakukan sidak dan monitoring ke lapangan serta melakukan operasi pasar secara efektif.
Sedangkan untuk jangka menengah dan panjang adalah meningkatkan produktivitas beras yang dapat dilakukan salah satunya dengan pola kemitraan, bantuan untuk revitalisasi kilang padi kecil dan menengah serta efiesiensi rantai pasok dan tata niaga perberasan.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Agus Tripriyono pada pembukaan Rakor tersebut rapat koordinasi ini dilakukan untuk mengetahui penyebab kenaikan harga beras yang telah terjadi selama beberapa bulan terakhir ini. Selain itu untuk memastikan, pasokan dan cadangan beras di provinsi Sumatera Utara.
“Gejolak harga beras yang tidak turun menjadikan komoditas ini menjadi salah satu penyumbang inflasi maka perlu dicarikan solusi yang terbaik dari sisi produksi, distribusi dan konsumsi,” tegas Agus.
Padahal berdasarkan data BPS, total produksi beras di Sumut sampai bulan September sebanyak 1.392.689 ton dan kebutuhan beras 1.392.6789. “Sehingga masih ada surplus sebesar 321.546 ton,” ujar Agus.
Pada bagian produksi, dilakukan peningkatan lahan pertanian, ketersediaan pupuk, bibit dan kebutuhan lainnya.
Menurut Agus, langkah ini akan dikoordinasikan dengan pemerintah kabupaten/kota. Untuk distribusi, salah satu langkah yang diambil adalah memberikan subsidi bahan bakar kepada operator angkut beras dan mempersingkat rantai distribusinya. Sedangkan pada bagian konsumsi, Pemprov Sumut bersama Bank Indonesia, Bulog serta stakeholder terkait akan melakukan operasi pasar efektif.
Kepala Perwakilan BI Sumuy IGP Wira Kusuma dalam kesempatannya mengungkapkan komoditas beras menyumbang andil inflasi yaitu 0,34 persen year to date (ytd) diikuti komoditas cabai merah 0,20 persen (ytd) dan rokok kretek filter 0,19 persen (ytd).
“Beras memberikan andil besar untuk inflasi di lima kota Indeks Harga Konsumen (IHK) Sumut,” kata Wira.
Menurut Wira, beras selalu berada di tiga besar penyumbang inflasi di IHK (Medan, Padangsidimpuan, Sibolga, Gunungsitoli dan Pematangsiantar). “Kenaikan harga beras dipicu beberapa faktor yaitu penurunan stok beras global dan pembatasan eksport beras dari negara eksportir, sehingga menimbulkan sentimen,” ungkap Wira.
Menanggapi anomali harga di Sumut dimana kenaikan produksi tidak diikuti oleh penurunan harga sehingga memunculkan wacana pembatasan beras keluar dari wilayah Sumut, kembali Ridho menanggapi bahwa hal tersebut tidak sejalan dengan konsep persaingan.
Ridho mendukung solusi menyeimbangkan pendistribusian beras dari daerah surplus ke daerah minus dengan pola Kerjasama Antar Daerah (KAD).
”Dengan konsep KAD antar Kabupaten Kota di Provinsi Sumut, harapannya kita masih tetap dapat mengendalikan harga dan pasokan beras di Sumut, menjaga harga tetap bagus di tingkat petani dan terjangkau bagi konsumen” pungkas Ridho. (wie)