Jika Sektor Kesehatan Diperdagangkan, Sama saja Sebuah Negeri Sudah “kiamat”

  • Bagikan
Pakar Politik dan Sosial DR. Shohibul Ansory Siregar

MEDAN (Berita): “Saya heran, koq seperti praktik zaman kolonial. “Bila sektor kesehatan sudah diperdagangkan, sama saja sebuah negeri sudah “kiamat”.

Ujar Pakar Politik dan Sosial DR. Shohibul Ansory Siregar kepada beritasore.co.id, kemarin, menanggapi tegas akan statement tiga wakil rakyat di DPR RI yang viral di media sosial.

Kritikan tiga wakil rakyat di pusat tersebut diantaranya, Irma Suryani Chaniago komisi IX dari fraksi Nasdem, Kurniasih komisi IX dari fraksi PKS dan Abidin dari fraksi PDIP.

Statemen ketiga wakil rakyat ini meminta kepada pemerintah dan pihak BPJS kesehatan diantaranya,  untuk tidak lagi memberlakukan kepada pasien dipulangkan pihak rumah sakit sebelum sembuh seperti aturan dan kebijakan  selama ini diberlakukan.

Dikutip Dari lintas parlemen, Irma Suryani Chaniago mengungkapkan, dibutuhkan ketegasan dari menteri kesehatan dan pihak BPJS kesehatan agar pasien tidak dipulangkan sebelum pasien sembuh.

Sementara Kurniasih memiliki catatan dan temuan bahwa pasien belum sehat tapi sudah dipulangkan. Itu melanggar UU.

Dia meminta kedepan tidak ada lagi kasus dipulangkan sebelum sembuh karena alasan regulasi, kouta dan lainnya. Dan itu sudah kita sepakati dalam rapat, kata Kurniasih

BPJS Kesehatan itu adalah juru bayar dari data pasien yang berobat dan juga merupakan satu paket yang dibiayai sampai sembuh.

Baik itu biaya perobatannya, peralatan, layanannya dan lainnya. Artinya, satu paket dibiayai sampai sembuh. Tidak bisa ada aturan- aturan yang memberatkan pasien. Karena orang yang berobat membutuhkan pelayanan kesehatan, kata Abidin.

Shohibul Ansory dalam menyikapi statemen ketiga wakil rakyat ini mengatakan, mengherankan sekali mengapa orang-orang dalam video yang kelihatannya adalah wakil rakyat di legislatif ini baru berani berbicara sekarang, setelah sekian lama hak-hak normatif rakyat setanah air dieksploitasi secara terbuka dan terlembaga.

Praktik eksploitatif itu dapat berlangsung pastilah karena mereka lalai dalam menjalankan fungsi jabatannya sebagai legislator, ujar Shohibul.

Koreksi yang mereka ajukan lanjut Shohibul juga hanya bersifat “kosmetika” belaka, sama sekali tidak mendasar.

Penyebabnya, pastilah karena penentu kebijakan di negeri ini sudah oyong dan mabuk karena obsesi akumulasi benefit material dalam logika neoliberalisme yang menentang Pancasila, kata Shohibul kesal

“Ini sangat menyedihkan, pemerintah tak merasa janggal seolah sekadar menggantikan praktik pemerintahan kolonial yang menjajah di Indonesia selama 350 tahun.

“Jangan-jangan pemerintah tidak faham bahwa jika sektor kesehatan diperdagangkan, sama saja sebuah negeri sudah “kiamat”,ulang Shohibul.

Dulu, lanjutnya, pemerintah kolonial memang tidak pernah memiliki urusan apa pun di sini kecuali untuk mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya.

Di mana saja kolonial tidak merasa perlu memikirkan rakyat, kecuali sebagai faktor produksi belaka. Posisi rakyat tak menjadi determinan penting untuk maksud penjajahan.

Dijelaskan, Kesehatan adalah urusan yang bertalian langsung dengan kualitas manusia. Jadi, sangat paradoks jika pada satu segi pemerintah dengan semangat terus meneriakkan bangga keuntungan bonus demografi ke depan.

Padahal pada segi lain bonus demografi yang dibangga-banggakan itu tidak mungkin terjadi dan tak mungkin memberi andil apa-apa jika tak dibarengi dengan kualitas, kata Shohibul.

Sudah seperti itu, lagi-lagi dengan cara berfikir logika neoliberalisme, masih saja terus meneriakkan daya saing.

Konstitusi

Mari kita simak apa kata konstitusi. Pada alinea 4 pembukaan disebutkan bahwa tujuan pendirian dan pemerdekaan Indonesia antara lain ditegaskan adalah, untuk memastikan penghapusan penjajahan, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, terangnya.

Bagaimana praktik pelayanan kesehatan di negeri yang dimerdekakan 75 tahun tetap mengedepankan motif kepenjajahan ?

Tak terpikirkah bahwa dalam diksi “melindungi segenap bangsa”, “memajukan kesejateraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa” itu dikandung maksud bahwa warga negara sedapat mungkin dibebaskan dari kendala struktural yang bersumber dari kesulitan dalam “membeli” kesehatan dan “membeli” pendidikan.

“Saya serukan bebaskan rakyat dari biaya kesehatan dan juga pendidikan. Jika tak bisa pada periode pemerintahan sekarang, sebaiknya direalisasikan segera begitu razim berganti.

Di mana-mana, meski dalam kesulitan yang cukup berat, pemerintahan-pemerintahan dunia sudah dengan optimistik bergeser ke trend penyelenggaraan yakni dimana negara dengan konsep pemerintahanya mengambil peran penting dalam perlindungan dan pengutamaan kesejahteraan ekonomi dan sosial warga negaranya. (welfare state)

Mereka memosisikan rakyat sebagai determinan utama dalam kehidupan negara-bangsa, tutup Shohibul. (lin)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *