PANYABUNGAN (Berita): Terlibat dialog ‘panas’ sekaligus wawancara mengenai plasma Singkuang 1, Kec. Muara Batang Gadis, Kab. Mandailing Natal, Selasa (9/5).
Dialog ‘panas’ ini melibatkan wartawan waspada.id dan beritasore.co.id dengan Muhammad Irwansyah Lubis, SH, Ketua DPC PPP Madina. Dua teman, sama-sama alumni Fakultas Hukum Universitas Medan Area.
Dialog ‘panas’, karena dipicu dari beberapa sudut, yakni: PT RPR belum menyerahkan plasma dalam rentang 18 tahun.
Satu sudut lagi, ada aturan yang sudah dicabut (tentu saja tidak berlaku lagi), padahal saat menguasai atau mengusahai lahan Singkuang 1 belum dilaksanakan, sampai saat ini.
Diskusi ini berpangkal dari komentar M. Amin Nasution, SH, MH, pengacara senior dan pengamat hukum, pendiri LBH di Madina, yang menulis di grup WA Forum Anak Madina berjudul: Apa yang Kau Cari Oknum Birokrat Madina.
Di grup yang sama, Irwansyah menurunkan tulisan, “minta izin abgda @LBH Al-Amin, mohon sharing dan pencerahan hukumnya bang, agar kami dapat memahami tulisan abang secara utuh.”
Nah, dialog dua teman (wartawan dan Irwansyah Lubis), alumni yang sama ini, dimulai. “Iya, kita minta pencerahan
hukum dari senior kita, soalnya saya bolak-balik tidak ada saya temukan dasar hukumnya yang tegas dan jelas seperti yang disampaikan beliau, siapa tahu ada yang beliau tahu yang kita belum tahu,” kata Irwansyah.
Dia katakan, kalau menuntut agar PT RPR untuk membangun kebun plasma/kemitraan kepada masyarakat Singkuang 1, Irwansyah menyatakan sangat sepakat dan mendukung masyarakat.
“Namun, harus sesuai aturan yang berlaku. Jika ada permintaan khusus dari masyarakat seperti 50 persen lahan harus dalam areal HGU, tentu harus dirundingkan bersama para pihak, untuk dapat mewujudkan kesepahaman yang akan dituangkan dalam MoU, tidak bisa dipaksakan, bukankah setiap pembangunan kebun plasma harus ada kesepahaman bersama dalam sebuah MoU?,” ujarnya.
Wartawan mempertanyakan, “Jadi, kan, persoalannya, seharusnya PT RPR membangun plasma sejak 2005, kan, sesuai peraturan? Dan aturan itu berlaku sampai sebelum dicabut Permen 26/2007, kan ketua?
Dilanjutkan wartawan: jadi, setelah dicabut dan kewajibannya tak ditunaikan, kemudian dicabut — apakah serta-merta kita melupakan saat periode aturan itu masih berlaku?
“Tidakkah kita memikirkan akibat kerugian diderita (bukan hanya 2005 sampai 2007) dialami masyarakat ?
Artinya, peraturan dicabut, kan, tidak serta-merta hanya tidak berlaku saat ini, tapi kita kan tak mungkin melupakan PT RPR tidak melaksanakan kewajiban saat Permentan 26/2007 dicabut, kan?,” ujar wartawan.
Menurut Irwansyah, ini yang perlu dituntut secara hukum jika ada dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) saat itu, apalagi jika dianggap merugikan masyarakat. “Itu saya sepakat.”
Tentunya, lanjut Irwansyah, akan terbongkar alasan dan sebab musababnya kenapa tidak dilaksanakan di tahun 2005 itu, bukan seperti sekarang memaksakan untuk plasma di areal HGU, padahal tidak ada dasar hukumnya.
Dia mengatakan, pro dan berpihak kepada rakyat untuk memperoleh hak plasmanya, tapi harus pada koridor yang ada, jangan sampai ada pemaksaan kehendak, nanti justru bisa blunder dan kontra produktif bagi perjuangan masyarakat.
“Bukankah kebun pola kemitraan/plasma itu berdasarkan dari kesepahaman bersama para pihak yang diikat dalam sebuah MoU.
Saya sebagai Ketua PPP Madina, mendukung masyarakat Singkuang 1 untuk memperoleh hak pembangunan kebun plasmanya oleh PT. RPR, namun harus sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku,”
kata Irwansyah Lubis. (irh)