BLANGKEJEREN (Berita): Laporan resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues Tahun Anggaran 2023 mengungkapkan temuan mencengangkan di tubuh Dinas Kesehatan.
Total potensi kerugian dan salah kelola yang diidentifikasi melebihi Rp1,2 miliar, mencakup kelebihan pembayaran proyek, gaji pegawai tidak tepat sasaran, hingga buruknya pengelolaan obat dan alat kesehatan.
Temuan BPK ini bukan sekadar kesalahan administratif. Ini adalah alarm keras bagi pemerintah daerah, dan publik kini menuntut Bupati Gayo Lues mengambil sikap tegas dan tidak membiarkan penyimpangan ini berlalu tanpa konsekuensi.
Dalam laporan bernomor 18.A/LHP/XVIII.BAC/05/2024, BPK menyatakan bahwa Dinas Kesehatan melakukan kelebihan pembayaran sebesar Rp28.941.864,05 atas dua proyek fisik belanja modal yang dikerjakan oleh CV AMS dan CV TG.
Proyek yang dibayarkan penuh ternyata tidak diselesaikan sesuai volume kontrak. Ini menandakan bahwa fungsi pengawasan internal tidak berjalan dan peran Kepala Dinas sebagai pengguna anggaran telah gagal.
Tak berhenti di sana, BPK juga menemukan penyimpangan besar dalam pengelolaan persediaan obat, vaksin, dan bahan medis habis pakai (BMHP) di gudang farmasi dan RSUD Muhammad Ali Kasim. Nilai potensi salah saji dalam laporan neraca atas persediaan barang mencapai Rp733.040.232,00.
Dokumen seperti kartu stok tidak diperbarui, barang masuk dan keluar tidak dicatat, dan pencatatan secara manual maupun elektronik nyaris tidak dilakukan. Dalam sektor kesehatan, kondisi ini sangat berbahaya dan bisa berdampak langsung terhadap pelayanan pasien.
Yang lebih parah, BPK mengungkap kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan ASN sebesar Rp473.594.856,00, yang termasuk dalam temuan lintas SKPK. Pegawai yang sudah tidak aktif, mutasi, atau tidak lagi bekerja di unit kerja tersebut masih menerima pembayaran gaji secara reguler. Temuan ini memperlihatkan lemahnya sistem kepegawaian dan ketidaktegasan pimpinan dalam memastikan pembayaran dilakukan secara sah dan adil.
Rangkaian temuan ini tidak bisa dianggap ringan. Semuanya terjadi dalam satu tahun anggaran, menunjukkan kegagalan sistemik dalam manajemen, pengawasan, dan tanggung jawab anggaran. Di tengah situasi pelayanan kesehatan di daerah yang masih minim dan kebutuhan masyarakat yang tinggi, praktik semacam ini merupakan bentuk ketidakadilan sosial.
Masyarakat sipil dan tokoh-tokoh lokal kini mulai menyuarakan desakan agar Bupati Gayo Lues tidak hanya menindaklanjuti rekomendasi administratif BPK, tetapi juga mengevaluasi secara menyeluruh kinerja Kepala Dinas Kesehatan. Evaluasi ini harus disertai kemungkinan pencopotan jabatan bila terbukti terjadi kelalaian berat atau pembiaran sistemik atas pelanggaran pengelolaan keuangan.
“Jika tidak ada tindakan nyata, maka laporan BPK hanya akan menjadi formalitas tahunan. Sementara uang rakyat terus terbuang dan pelayanan kesehatan tetap jalan di tempat,” ujar seorang aktivis lokal yang enggan disebutkan namanya.
Desakan juga ditujukan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) seperti kejaksaan dan kepolisian untuk menyelidiki lebih jauh apakah ada unsur pidana dalam pelanggaran-pelanggaran ini. Pengembalian uang negara tidak cukup jika pelanggaran dilakukan dengan kesengajaan dan merugikan publik.
Di saat masyarakat berjuang untuk mengakses layanan dasar, dana publik tak boleh disia-siakan oleh birokrasi yang lalai. Sudah waktunya Bupati Gayo Lues Suhaidi menunjukkan komitmennya terhadap transparansi dan akuntabilitas dengan langkah konkret, bukan sekadar teguran administratif. Reformasi di Dinas Kesehatan harus dimulai sekarang — atau kepercayaan publik yang menjadi taruhannya.
Ketika di konfirmasi Bupati Gayo Lues Suhaidi via WA,mengatakan bahwa pihaknya akan segera mengambil langkah-langkah tegas.(Miq)