Akrindo Gelar Diskusi Penegakkan Hukum Dan keadilan

  • Bagikan
Moderator dan para narasumber foto bersama sebelum memaparkan tentang pengegakkan hukum dan keadilan bertempat di Gedung Sangehao Jl. Diponegoro No 391 Gunungsitoli, Senin ( 15/6/2021) beritasore/ist
Moderator dan para narasumber foto bersama sebelum memaparkan tentang pengegakkan hukum dan keadilan bertempat di Gedung Sangehao Jl. Diponegoro No 391 Gunungsitoli, Senin ( 15/6/2021) beritasore/ist

Gunungsitoli (Berita) : Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Kabar Online Indonesia (DPD AKRINDO) Kepulauan Nias menyelenggarakan kegiatan diskusi publik yang bertemakan “Penegakan hukum dan keadilan” bertempat di Gedung Sangehao Jl. Diponegoro No 391 Gunungsitoli, Senin Kemarin.

Kegiatan Diskusi Publik tersebut menghadirkan beberapa narasumber dari institusi penegak hukum antaralain, Kejaksaan negeri Gunungsitoli, oleh Kasi Pidsus Fatizaro Zai, SH., MH, Pengadilan Negeri Gunungsitoli oleh Hakim Fadel Pardamean Bate’e, SH, unsur Legislatif Sumatera Utara oleh anggota DPRD Sumatera Utara Pdt. Berkat K. Laoli S.Pd.

Sementara dua (2) institusi lagi yang diharapkan sebagai narasumber yakni Inspektorat Kota Gunungsitoli dan Polres Nias belum hadir.

Jumlah peserta yang hadir pada kegiatan diskusi publik tersebut dibatasi jumlahnya, dimana masing – masing peserta berasal dari Ormas, LSM dan Pers, Kepala Desa, aparat desa dan BPD, perwakilan mahasiswa, dan para tokoh masyarakat, agama dan pemuda.

Fadel Pardamean Bate’e SH dalam materinya mengangkat tema “Sistem dan prosedur peradilan (hakim) dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi.”

Dalam paparannya menyampaikan bahwa penanganan tindak pidana korupsi yang terjadi di Kepulauan Nias muaranya di Medan sebab yang berhak memutus perkara tindak pidana korupsi adalah hanya hakim yang sudah disertifikasi yang memiliki kewenangan.

Maka dengan demikian satu – satunya hakim yang ada di Kepulauan Nias adalah hanya Ketua Pengadilan Negeri Gunungsitoli yang mempunyai andil untuk itu, paparnya mengakhiri.

Fatizaro Zai SH., MH mewakili institusi Kejaksaan Negeri Gunungsitoli mengangkat materi, “Kejaksaan sebagai garda terdepan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, prosedur, metode, dan tekhnis pemeriksaan kasus tindak pidana korupsi sampai pada penuntutan.”

Dalam paparannya, menjelaskan secara rinci bahwa pegawai Kejaksaan ada dua jenis yaitu : 1.Pegawai yang melaksanakan tugas administrasi. 2. Jaksa fungsional yang menangani perkara.

Di Kejaksaan Negeri Gunungsitoli ada 27 pegawai, sementara 20 pegawai administrasi dan 7 Jaksa fungsional.

Seorang Jaksa memiliki 3 kewenangan yakni, berperan sebagai Jaksa Penuntut Umum, sebagai Penyidik, dan sebagai  Pengacara Negara.

Sementara alur proses penanganan masalah terdiri dari 1. Laporan masyarakat, 2. Temuan dari kantor Kejaksaan.

Setelah ada kasus maka melakukan telaah tentang isi laporan 3. Menindak tindak pidana korupsi atau pelaku extraordinary crime.

Meminta pada pimpinan Surat perintah penyelidikan, (dalam proses melakukan penyelidikan dilakukan pengumpulan bahan keterangan maka sistem dan langkah yang dilakukan bersifat rahasia).

Bila tidak ditemukan bukti permulaan maka penyelidikan dihentikan namun bila ditemukan bukti permulaan maka penanganan kasus dinaikkan pada tahap penyidikan.

Pada tahapan penyidikan mencari dan  mengumpulkan bukti, memeriksa saksi, melakukan pemeriksaan ahli.

Ahli teknik dari Universitas bila konstruksi, ahli auditor, ahli pengadaan lembaga pengadaan jasa, ahli pidana. Memeriksa dan menyita barang bukti atau dokumen.

Dan selanjutnya perhitungan kerugian negara, ekspos perkara atau gelar perkara, dalam gelar perkara maka setiap jaksa yang hadir akan memberikan pandangan terhadap hasil penyidikan apa bila tidak cukup  bukti maka dilakukan SP3 surat penghentian penyelidikan perkara dan bila cukup bukti maka Kejaksaan menetapkan tersangka.

Setelah itu membuat berkas perkara dan dikirimkan pada Jaksa,  dihunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang lain untuk diperiksa bila sudah memenuhi syarat.

JPU diberikan waktu 14 hari meneliti dan menyimpulkan, bila JPU berpendapat belum lengkap maka dikembalikan lagi pada penyidik namun bila JPU menyimpulkan telah lengkap atau P21, dan kemudian JPU membuat surat dakwaan selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, ucap Fatizaro Zai menjelaskan.

Anggota DPRD Sumatera Utara dari Fraksi Partai NasDem Pdt.Berkat Kurniawan Laoli, S.Pd menyajikan materi sosialisasi Peraturan Daerah Sumut No. 3 Tahun 2019, tentang perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan.

Mencegah kekerasan, melindungi dan memberikan pelayanan pada perempuan dan anak.

Beberapa cara perlindungan yang diberikan adalah dengan melindungi dari kekerasan yang terjadi, pencegahan dari kekerasan, dan pelayanan terhadap perempuan dan anak.

Penegakan hukum saat ini sangat terbuka, karena bila melakukan kejahatan maka dalam waktu yang sangat singkat kejadian tersebut akan menjadi konsumsi publik.

Perempuan dan anak sebagai korban kekerasan mendapat perhatian khusus saat ini, dan ini menjadi tugas kita secara bersama dalam mensosialisasikan Perda No 3 Tahun 2019, tandasnya mengakhiri.

Setelah pemateri selesai menyampaikan materinya, maka diberikan ruang tanya jawab seputar materi yang disampaikan yang dipandu oleh moderator Adv Analisman Zalukhu SH.

Pada tahap pertama diberi kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat, saran, koreksi, kritik dan pertanyaan.

Para peserta diskusi publik sangat antusias dalam menyampaikan beberapa saran, kritik, koreksi dan pertanyaan.

Selanjutnya para narasumber memberikan respon sesuai dengan materi yang disajikan.

Setelah selesai diskusi, Pengurus DPD AKRINDO Kepulauan Nias membuat menyiapkan beberapa rangkuman pada pokok materi diantaranya:

Setiap permasalahan yang sedang dalam proses peradilan tidak bisa dikomentari.

Dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi di Kepulauan Nias hampir semua ditangani di Medan, karena hakim yang berhak mengadili dan memutus perkara (Tindak Pidana Korupsi) hanya yang memiliki sertifikasi yakni Ketua Pengadilan Negeri Gunungsitoli yang memiliki andil sampai saat ini di Kepulauan Nias.

Untuk penanganan kasus dapat disampaikan pada anggota DPRD Sumatera Utara dalam bentuk laporan tertulis yang memiliki kejelasan laporan, bukti dan fakta serta dapat dipertanggungjawabkan.

Anggota DPRD memiliki kewenangan untuk melakukan rapat dengar pendapat terutama para pihak – pihak yang terkait didalamnya termasuk policy maker.

Setiap tindakan kekerasan pada perempuan dan anak harus menjadi perhatian bersama oleh seluruh stakeholder.

Setiap kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Kepulauan Nias bila telah ditangani oleh pihak penegak hukum setingkat Provinsi maka penegak hukum yang ada di Kabupaten menunggu petunjuk dari atasan. (fmz)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *