Adventorial
Stunting dan Kopi sedap jadi prioritas pelayanan, hingga saat ini masih cukup banyak stigma terhadap ODHA yang berkembang ditengah masyarakat. ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dianggap menjadi salah satu penyakit yang memalukan, bahkan dianggap sangat berbahaya untuk hidup berdampingan dengan ODHA.
Padahal, stigma seperti itu perlu dihilangkan agar kualitas hidup dan hak asasi ODHA dapat dirasakan dengan baik.Seringkali dukungan baik fisik maupun moral kurang didapatkan oleh ODHA.
Mereka lebih sering dipandang negatif oleh lingkungan sekitar bahkan keluarga. Berbagai faktor dapat memicu munculnya stigma ODHA, salah satunya adalah informasi yang kurang diterima dengan baik oleh masyarakat.
Untuk itu, melalui edukasi dan sosialisasi serta konseling yang dilakukan Puskesmas Tomuan bisa menjadi obat sekaligus menghapus stigma tidak baik dengan penularan. Dalam beberapa kasus, penderita HIV tidak bisa sembuh tapi sehat.
Artinya, virus yang ada didalam tubuh penderita HIV bisa dimatikan dengan rutin minum obat sesuai dengan petunjuk dokter. Sehingga aman untuk hidup berdampingan dengan masyarakat dan keluarga.
Demikian diungkapkan Kepala Puskesmas Tomuan dr Eva M Tampubolon M.Kes didampingi Lisnawati Gultom dan Roida Siahaan (analisis Laboratorium) kepada media dalam wawancara khusus di UPTD Puskesmas Tomuan di Jalan Pattimura Kecamatan Siantar Timur.
Ada sekitar 121 kasus ODHA yang terdata tapi tak hanya di kawasan UPTD Puskesmas Tomuan artinya dari dari luar Kecamatan Siantar Timur juga ada dan mendapatkan pengobatan. Pengobatan “KOPI SEDAP” (Kelompok Penderita HIV Sehat Disiplin Pengobatan) dilakukan secara preventif dan optimal.
“Dari 121 kasus yang terdata, pihak Puskes Tomuan bekerjasama dengan LSM Peduli HIV untuk penjaringan. Ada beberapa kasus yang bisa disembuhkan, artinya virus tak terdeteksi lagi namun ada juga kasus kematian. Penderita Odha rata rata pernah bekerja sebagai TKI di luar negeri atau penyebab lainnya seperti narkotika dan sex bebas,” ungkap dr Eva.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah salah satu jenis virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh. Virus ini dapat menghancurkan sel CD4 dalam tubuh. Semakin banyak sel CD4 yang dirusak oleh HIV, maka seseorang akan semakin rentan mengalami berbagai gangguan penyakit akibat sistem kekebalan tubuh yang tidak berfungsi optimal.
Infeksi HIV yang tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan berbagai gejala pada pengidapnya. Kondisi ini dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang merupakan stadium akhir dari kondisi HIV. Pada tahap ini, tubuh sudah tidak mampu melawan infeksi maupun gangguan kesehatan.
Tidak perlu dijauhi, karena penularan HIV tidak seperti penularan TBC. Penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui proses donor darah dari pengidap HIV/AIDS, melalui Asi, ibu ke bayi melalui proses persalinan dan menyusui, menggunakan alat suntik bekas yang notabene nya pecandu/pengguna narkotika, hubungan intim dan juga hubungan sejenis atau sex bebas.
“Penularan HIV/AIDS tidak semudah itu. Kegiatan berjabat tangan atau berpelukan dengan ODHA nyatanya tidak akan menyebabkan penularan. Bahkan, penularan pun tidak terjadi melalui percikan ludah,” jelas dr Eva.
Selain mengobati, mengedukasi dan melakukan penyuluhan, keseriusan penanganan ODHA kata dr Eva, para nakes aktif terhadap pasien yang tidak mengambil obat. Karena obat yang diberikan harus dikonsumsi secara rutin untuk mematikan virus yang ada di tubuh pasien. Tentu saja hak tersebut tidak mudah sehingga harus bekerjasama dengan relawan peduli ODHA.
Hanya saja untuk memberi pelayanan optimal kepada masyarakat, Puskesmas Tomuan mengalami beberapa kendala. Minimnya SDM dan sarana di Puskesmas Tomuan. Meski memiliki gedung yang luas, sarana/prasarana seperti komputer ataupun laptop kurang memadai. Juga jumlah 28 nakes yang harus melayani lebih kurang 17 ribu jiwa sudah sangat minim.
“Kadang kala kami harus gantian menggunakan laptop untuk menginput data dan SDM yang merangkap sebagai TU, bidan, petugas lab, farmasi, dokter termasuk Kapus,” jelas dr Eva.
Oleh karena itu ia berharap segera ada penambahan fasilitas sarana/prasarana yang memadai untuk mendukung kinerja UPTD Puskesmas Tomuan. Hal tersebut juga telah diusulkan m
Hingga saat ini masih cukup banyak stigma terhadap ODHA yang berkembang ditengah masyarakat. ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dianggap menjadi salah satu penyakit yang memalukan, bahkan dianggap sangat berbahaya untuk hidup berdampingan dengan ODHA.
Padahal, stigma seperti itu perlu dihilangkan agar kualitas hidup dan hak asasi ODHA dapat dirasakan dengan baik.Seringkali dukungan baik fisik maupun moral kurang didapatkan oleh ODHA.
Mereka lebih sering dipandang negatif oleh lingkungan sekitar bahkan keluarga. Berbagai faktor dapat memicu munculnya stigma ODHA, salah satunya adalah informasi yang kurang diterima dengan baik oleh masyarakat.
Untuk itu, melalui edukasi dan sosialisasi serta konseling yang dilakukan Puskesmas Tomuan bisa menjadi obat sekaligus menghapus stigma tidak baik dengan penularan. Dalam beberapa kasus, penderita HIV tidak bisa sembuh tapi sehat.
Artinya, virus yang ada didalam tubuh penderita HIV bisa dimatikan dengan rutin minum obat sesuai dengan petunjuk dokter. Sehingga aman untuk hidup berdampingan dengan masyarakat dan keluarga.
Demikian diungkapkan Kepala Puskesmas Tomuan dr Eva M Tampubolon M.Kes didampingi Lisnawati Gultom dan Roida Siahaan (analisis Laboratorium) kepada media dalam wawancara khusus di UPTD Puskesmas Tomuan di Jalan Pattimura Kecamatan Siantar Timur.
Ada sekitar 121 kasus ODHA yang terdata tapi tak hanya di kawasan UPTD Puskesmas Tomuan artinya dari dari luar Kecamatan Siantar Timur juga ada dan mendapatkan pengobatan. Pengobatan “KOPI SEDAP” (Kelompok Penderita HIV Sehat Disiplin Pengobatan) dilakukan secara preventif dan optimal.
“Dari 121 kasus yang terdata, pihak Puskes Tomuan bekerjasama dengan LSM Peduli HIV untuk penjaringan. Ada beberapa kasus yang bisa disembuhkan, artinya virus tak terdeteksi lagi namun ada juga kasus kematian. Penderita Odha rata rata pernah bekerja sebagai TKI di luar negeri atau penyebab lainnya seperti narkotika dan sex bebas,” ungkap dr Eva.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah salah satu jenis virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh. Virus ini dapat menghancurkan sel CD4 dalam tubuh. Semakin banyak sel CD4 yang dirusak oleh HIV, maka seseorang akan semakin rentan mengalami berbagai gangguan penyakit akibat sistem kekebalan tubuh yang tidak berfungsi optimal.
Infeksi HIV yang tidak diatasi dengan baik dapat menyebabkan berbagai gejala pada pengidapnya. Kondisi ini dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang merupakan stadium akhir dari kondisi HIV. Pada tahap ini, tubuh sudah tidak mampu melawan infeksi maupun gangguan kesehatan.
Tidak perlu dijauhi, karena penularan HIV tidak seperti penularan TBC. Penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui proses donor darah dari pengidap HIV/AIDS, melalui Asi, ibu ke bayi melalui proses persalinan dan menyusui, menggunakan alat suntik bekas yang notabene nya pecandu/pengguna narkotika, hubungan intim dan juga hubungan sejenis atau sex bebas.
“Penularan HIV/AIDS tidak semudah itu. Kegiatan berjabat tangan atau berpelukan dengan ODHA nyatanya tidak akan menyebabkan penularan. Bahkan, penularan pun tidak terjadi melalui percikan ludah,” jelas dr Eva.
Selain mengobati, mengedukasi dan melakukan penyuluhan, keseriusan penanganan ODHA kata dr Eva, para nakes aktif terhadap pasien yang tidak mengambil obat. Karena obat yang diberikan harus dikonsumsi secara rutin untuk mematikan virus yang ada di tubuh pasien. Tentu saja hak tersebut tidak mudah sehingga harus bekerjasama dengan relawan peduli ODHA.
Hanya saja untuk memberi pelayanan optimal kepada masyarakat, Puskesmas Tomuan mengalami beberapa kendala. Minimnya SDM dan sarana di Puskesmas Tomuan. Meski memiliki gedung yang luas, sarana/prasarana seperti komputer ataupun laptop kurang memadai. Juga jumlah 28 nakes yang harus melayani lebih kurang 17 ribu jiwa sudah sangat minim.
“Kadang kala kami harus gantian menggunakan laptop untuk menginput data dan SDM yang merangkap sebagai TU, bidan, petugas lab, farmasi, dokter termasuk Kapus,” jelas dr Eva.
Oleh karena itu ia berharap segera ada penambahan fasilitas sarana/prasarana yang memadai untuk mendukung kinerja UPTD Puskesmas Tomuan. Hal tersebut juga telah diusulkan melalui Musrenbang Kecamatan dan berharap segera ditindaklanjuti.
dr Eva yang sudah menjabat sebagai Kapus Tomuan sejak tahun 2024 mengakui jika kesadaran masyarakat di daerah kurang baik. Pentingnya memeriksakan diri secara rutin masih kurang dipahami, khususnya penderita hipertensi (HT) dan DM (Diabetes mellitus). Pemeriksaan secara rutin harus dilakukan karena banyak penderita tanpa gejala.
Selain itu, dalam rangka mendukung program pemerintah pusat dan daerah guna penurunan angka Stunting, Puskesmas Tomuan aktif melakukan sosialisasi, home visit, Pukeskel, Posbindu dan Posyandu rutin di setiap kelurahan. Untuk melakukan pendataan warga kurang mampu, Balita dan ibu hamil, Lansia dan Posyandu remaja juga kunjungan sekolah.
Program tersebut dilaksanakan dengan memberikan makanan tambahan berupa susu, vitamin dan tablet penambah darah serta PMT lokal. Tercatat ada 60 orang Balita yang mengalami kurang gizi dan 22 kasus Stunting. Pola pengasuhan ibu menjadi faktor penting yang harus diperhatikan agar anak tumbuh sehat dan cukup gizi.
“Kendala yang sering kami hadapi dalam giat posyandu, sering tidak ada orang (sepi), meski sudah diedukasi. Inilah yang kami katakan, kesadaran masyarakat masih kurang,” jelas dr Eva.
Meski demikian, Puskesmas Tomuan tetap optimis dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat untuk mendukung visi Pematangsiantar Sehat Sejahtera Berkualitas. Predikat UHC terus menjadi andalan dan pastikan semua masyarakat tercover sebagai peserta BPJS.
Dalam kesempatan tersebut, dr Eva juga menghimbau agar ibu hamil tidak perlu lagi ke bidan swasta ataupun dokter, karena Puskesmas Tomuan siap melayani dan memberikan yang terbaik kepada masyarakat. Apalagi mulai awal kehamilan, cek kesehatan ibu dan bayi hingga melahirkan tidak dipungut biaya alias gratis karena semua tercover di BPJS. Termasuk penanggulangan penyakit kronis (Prolanis), jadi rajinlah memeriksakan kesehatan ke Puskesmas guna deteksi dini dan pengobatan.
Sebelumnya, dr Eva juga menjelaskan kunjungan Wali Kota dr Susanti Dewayani beberapa waktu lalu ke Puskesmas Tomuan menjadi motivasi bagi seluruh jajarannya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Walikota sangat memperhatikan berbagai aspek khususnya di bidang kesehatan untuk mewujudkan visinya Pematangsiantar Sehat Sejahtera Berkualitas.
Puskesmas bersama instansi terkait menjadi garda terdepan mewujudkan masyarakat yang sehat.
“Kami harus gesit seperti Wali Kota dr Susanti Dewayani, jadi untuk pencapaian kinerja kami tetap mobile mewujudkan Pematangsiantar Sehat Sejahtera Berkualitas,” tutup dr Eva.
Salah seorang pasien M br Siahaan merasa bersyukur dan berterima kasih dengan pelayanan yang diberikan nakes di Puskesmas Tomuan. Dengan fasilitas kesehatan (Faskes) Puskesmas Tomuan masyarakat mendapatkan penanganan yang maksimal.
“Terima kasih Puskesmas Tomuan, anak saya semakin baik pertumbuhannya setelah mendapat perhatian dengan memperoleh PMT dari Puskes. Pelayanan prima Puskesmas Tomuan patut diacungi jempol karena banyak membantu masyarakat,” katanya. (Advertorial)