Tidak Bisa Disalahkan, Bila Rakyat Meminta Presiden Berhentikan Moeldoko

  • Bagikan
Akedemisi Politik dan Sosial Dr. Shohibul Ansori Siregar
Akedemisi Politik dan Sosial Dr. Shohibul Ansori Siregar

MEDAN (Berita): Memang tidak bisa disalahkan bila ada suara rakyat ketika menuntut presiden Jokowi memberhentikan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.

Hal itu tidak lah aneh karena suara rakyat tersebut melihat presiden Joko Widodo tidak boleh ikut mengkudeta Partai Demokrat. Atau tidak boleh tidak menindak tegas orang terdekatnya melakukan kudeta tersebut. Apalagi itu kepala stafnya.

Hal itu dikemukakan Akedemisi Politik dan Sosial Shohibul Ansor Siregar kepada Berita, Rabu, (10/3) ketika dimintai pendapatnya atas suara-suara rakyat yang meminta tindakan tegas presiden kepada Moeldoko.

Menurut Shohibul, jika Moeldoko itu kader Partai Demokrat (PD) tentu presiden bisa berdalih, ‘itu konflik internal dan saya tidak boleh intervensi’, Presiden bisa berdalih seperti itu,  Tapi Moeldoko menduduki posisi jabatan sebagai Kepala Staf Presiden (KSP),sebut Shohibul lagi.

Dari peristiwa KLB tersebut, ini telah mempertontonkan kepada rakyat proses demokrasi yang berlangsung saat ini. “Moral rakyat amat terganggu yang mana seorang pejabat tinggi negara yang kesehariannya paling dekat dengan presiden melakukan kudeta partai.

Karena itu menurut Shohibul, sebaiknya Moeldoko diberhentikan saja agar Jokowi tidak menjadi tertuduh secara politik apalagi moral, sebutnya.

Shohibul tidak menampik adanya pengaruh kekuasaan (oligarkhi) dalam berdemokrasi dan Indonesia telah mengadopsi budaya politik oligarkhi itu.

Oligarkhi itu sendiri, lanjutnya, sudah mengacu pada duka proses demokrasi gelombang ketiga.

Dan demokrasi ini hanya meng copy nama dan prosedur demokrasi seperti halnya Pemilu, namun terus berporos pada oligarkhi kekuasaan politik dan ekonomi, urai Shohibul.

Hal demikian itu masyarakat dunia berawal dari proses yang sama, dari adopsi itu terjadi di Indonesia, Meski Eropah mencontohkan hal yang lebih spektakuler.

Namun semua berusaha melakukan perubahan, meski demokrasi dianggap jalan terbaik. Tapi untuk banyak negara baru seperti Indonesia justru menggunakan demokrasi sebagai sarana untuk kelanggengan kekuasaan oligarkhi, sebut Shohibul. (lin)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *