MEDAN (Berita) : Akedemisi Pendidikan Chairul Munadi mengatakan, praktek politik “dagang sapi” sejak dimulai dari senat akedemik untuk pemilihan rektor sebagai pejabat tertinggi di universitas telah meracuni dan rusak dunia pendidikan.
Hasilnya, terjadi politik dagang dan politik yang terkotak-kotak dan perpecahan dengan kepentingan kekuasaan di universitas tersebut.
Demikian Khairul Munadi menjawab Berita, Selasa, (22/9) sekaligus menjawab keluhan masyarakat tentang berbagai isu pendidikan yang terjadi di masyarakat.
Seperti pemilihan rektor di USU dan UINSU, itu memang berbeda. Bila di UINSU meski juga penentu atas nama-nama calon yang diusulkan dari senat akedemik tapi keputusan terakhirnya seratus persen dari menteri.
Memang berbeda dengan pemilihan seorang rektor di USU memang strukturnya dari bawah (bottom up) ke atas yakni dari senat akedemiknya lalu oleh Majelis Wali Umat dan dilanjutkan kepada menteri yang memiliki hak penentu 35 persen.
Dikatakan Sekretaris Ikatan Alumni USU ini, memang, ini dimulai dari bottom up dan kelihatan baik tapi ternyata tidak. Sebab, dengan terjadinya dukung mendukung, janji-janji nantinya bila terpilih akhirnya menimbulkan politisasi.
Politik dagangpun terjadi, perpecahan dan terkotak- kotak dengan kepentingan dan kekuasaan di universitas tersebut.
Dikatakan Munadi, seperti Universitas Sumatera Utara (USU) misalnya, keluhan masyarakat yang menyebutkan USU sebagai kebanggan publik masyarakat Sumatera Utara tidak lagi mencerminkan dunia pendidikan yang berkualitas tapi lebih kepada praktek dagang didalam semua kepentingan,ungkap Munadi.
Kesalahannya, sistim yang terbangun dari awal dalam memilih seorang rektor tidak terlepas dari banyaknya kepentingan di dalamnya,ujar Munadi.
Dikatakan Munadi, baik itu kepentingan orang-orang, sejak dari senat akedemik, Majelis Wali Amanat, pemodal, partai politik dan kepentingan lainnya.
Black Market
Sehingga dengan kepentingan berbagai elemen tersebut menjadikan lumbung pendidikan ini menjadi black market,cecar Munadi.
Baik sistimnya yang tidak transfaran akhirnya menciptakan ranah korupsi didalamnya seperti uang kelulusan masuk, jual nilai mahasiswa dan banyak lagi praktek kotor lainnya.
“Inilah cerminan yang dipertontonkan mereka akibat pembenaran sistim yang berlaku. Artinya, tidak lagi praktek dan cerminan yang mendidik anak-anak mahasiswa untuk dipersiapkan sebagai anak bangsa yang memiliki karakter dan watak yang baik ketika mereka kembali ke masyarakat.
Sistem yang berlaku tersebut sudah menjadikan ranah korupsi yang berlaku pada praktek proses baik dalam penentuan jabatan maupun proses pendidikannya. Belum lagi perekrutan tenaga honor dan lainnya. ‘Ironis dan begitu bobroknya, ungkap Munadi.
Ditanya bagaimana merubah sistim ini, kata Munadi, butuh keterbukaan sistim dan pertanggung jawaban kepada masyarakat sekaligus menempatkan orang-orang yang memiliki komitmen untuk membangun bangsa ini lewat pendidikan,ujarnya.
Lagi menurut Munadi, dengan semua yang terjadi di dunia pendidikan, secara umum pendidikan kita telah mengalami degriditasi karena tidak didukung iklim akedemik dengan prinsip-prinsip keterbukaan dan keadilan.
“Sebagai akedemisi kita sangat menyayangkan ini terjadi, karena dunia pendidikan kita telah diracuni dengan kepentingan dan kekuasaan.
“Karena kampus adalah tempat menjunjung tinggi moralitas dan semua orang berhak untuk mendapat akses pendidikan”, tutupnya (lin)