MEDAN (Berita) : Dukungan masyarakat untuk Polda Sumut memerangi peredaran gelap Narkoba akan berdampak positif bagi upaya pemberantasan Narkoba. Karena dengan sinergitas yang kuat antara Polda dari pengaruh negatif Narkoba dipercaya akan membuahkan hasil.
Dr Dedi Sahputra, MA dosen Fisipol Universitas Medan Area (UMA), mengatakan hal tersebut, Senin (23/6). “Polda Sumut telah menyatakan perang terhadap kejahatan Narkoba.
Pernyataan ini telah pula diwujudkan dalam tindakan nyata. Karenanya selayaknya mendapat respons positif dari masyarakat. Hal demikian akan membuat pemberantasan terhadap penyalahgunaan Narkoba dapat berhasil maksimal,” ucapnya.
Menurut dia, hanya dengan merapatkan barisan, maka permasalah Narkoba dapat diatasi dengan efektif. “Pada hakikatnya semua pihak menyadari bahaya Narkoba itu jauh lebih besar dari manfaat yang bisa diambil. Karena itu menumbuhkan kesadaran ini secara terus menerus juga merupakan suatu kebutuhan tersendiri,” tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Polda Sumut menunjukkan komitmen tegas dalam memberantas peredaran narkotika.
Sejak Januari hingga awal Juni 2025, jajaran Polda Sumut mengungkap 2.373 kasus Narkoba dan mengamankan 3.051 tersangka.
Dalam konferensi pers Selasa (3/6), Kapolda Sumut Irjen Pol. Whisnu Hermawan Februanto, S.I.K., M.H. menegaskan bahwa operasi besar-besaran ini merupakan wujud konsistensi aparat dalam memutus mata rantai peredaran gelap narkotika di wilayah Sumut.
“Ini bukan sekadar penindakan, tapi bentuk nyata perang total terhadap Narkoba. Kami terus bersinergi dengan instansi lintas sektor seperti Pemda, BBPOM, Bea Cukai, Avsec Bandara Kualanamu, hingga komunitas masyarakat,” ujar Whisnu.
Barang bukti yang disita pun mencerminkan skala ancaman yang dihadapi yakni 665 kilogram sabu, 121 ribu butir ekstasi, dan 1,1 kilogram kokain, serta narkotika lainnya berhasil diamankan oleh Ditresnarkoba Polda Sumut.
Sementara itu, Dirnarkoba Polda Sumut Kombes Jean Calvijn Sianjuntak, menjelaskan bahwa Narkoba dari jaringan internasional dan nasional ini diselundupkan dengan berbagai modus, antara lain body wrapping hingga mengubur Narkoba tersebut di makam warga.
Selain menangkap para penyelundup, Polda Sumut juga membongkar sarang Narkoba di sejumlah tempat hiburan di wilayah Sumatera Utara.
“Ini yang sedang kita lakukan gencar terkait peredaran Narkoba di tempat hiburan malam yang ada di Sumut karena ini sangat berpotensi terjadinya tindak pidana lanjutan. Akibat menggunakan Narkoba sehingga menjadi tindak pidana lainnya,” imbuhnya.
Picu Tawuran
Pada bagian lain Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan Februanto mengungkapkan bahwa Narkoba juga menjadi pemicu terjadinya tawuran di daerah Belawan, Kota Medan. Menurutnya, ada peredaran Narkoba cukup besar yang menjadi pemicu tawuran tersebut.
“Terkait berbagai kejadian di wilayah Belawan, kita ingat ada beberapa terjadi tawuran di daerah Belawan, rupa-rupanya berawal dari peredaran narkoba yang begitu besar di Belawan,” kata Whisnu.
Whisnu menyebut beberapa kasus Narkoba yang diungkap di Belawan menjadi awal terjadinya tawuran. “Ada beberapa kasus yang kita ungkap di Belawan dan di saat itulah mulainya terjadi tawuran,” jelasnya.
Pemberantasan Narkoba
Perjalanan pemberantasan Narkoba sesungguhnya telah berlangsung lama. Tercatat pada 29 Juli 2016 Indonesia mengeksekusi mati empat terpidana Narkoba di LP Nusakambangan.
Mereka terdiri dari seorang WNI dan 3 orang asing warganegara Nigeria. Ini bukan eksekusi yang pertama, karena merupakan jilid III yang telah dilakukan.
Sebagai sebuah negara, Indonesia telah menyatakan perang total terhadap narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba).
Bukan tanpa alasan, karena besarnya eskalasi kasus dan dampak yang ditimbulkannya. Satu data menunjukkan bahwa penyalahgunaan Narkoba telah mencapai 4 juta lebih, dengan angka meninggal dunia 30-50 orang perhari. Angka ini bisa saja meningkat dan lebih besar.
Sebagai sebuah kepulauan dengan 280 juta populasi penduduk, menjadikan Indonesia pasar empuk peredaran Narkoba.
Bahkan di Indonesia telah ditemukan pabrik pembuat Narkoba. Juka tanpa tindakan tegas, tepat dan presisi, maka bisa jadi Indonesia berubah menjadi negara produsen Narkoba di dunia.
Hukuman mati yang diterapkan juga bukan tanpa dilema. Karena di satu sisi, hukuman mati diharapkan bisa memberikan efek jera bagi para sindikatnya, tapi di sisi lain, hukuman ini dinilai telah mencabut hak hidup manusia yang bisa saja merupakan kesempatan untuk memperbaiki diri.
Di beberapa negara, terutama di Eropa, hukuman ini dihapus dengan alasan tidak manusiawi, kejam, dan merendahkan martabat manusia.
Apalagi jika di kemudian hari terdapat bukti baru yang meringankan atau membebaskan si terpidana dari segala tuntutan. Namun terlepas dari polemik tersebut, yang jelas harus ada tindakan yang tegas, tepat, dan presisi yang didukung seluruh masyarakat dalam penanganan Narkoba. (Ded)