JAKARTA (Berita): Ajang Festival Keuangan Ekonomi Digital Indonesia (FEKDI) dan Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2024 yang digelar Bank Indonesia 1-4 Agustus 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) merupakan momen bahagia serta kebanggaan tersendiri bagi Surita.
Betapa tidak, Surita, pengusaha bordir asal Aceh Besar ini merupakan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) binaan Bank Indonesia sejak 2018 ikut menjadi bagian even nasional tersebut.
Surita kembali terpilih dan menjadi satu-satunya pelaku UMKM binaan Bank Indonesia asal Aceh yang mengikuti selebrasi dalam rangka mendorong UMKM naik kelas dengan semangat kebaruan dan inovasi.
Surita membawa bordir khas Aceh ke ajang tersebut di Jakarta.
“Alhamdulillah pengunjungnya lumayan ramai. Apalagi jelang penutupan Minggu, 4 Agustus 2024,” kata Surita Minggu (4/8/2924) jelang penutupan FEKDI x KKI 2024 di JCC.
Kain bordir yang dibawa banyak variasinya. Kalau dulu hanya berupa kain lilit saja, sekarang sudah bikin yang dibordir berupa games maupun tunik atau pakaian siap pakai (ready to use).
“Sekarang tinggal pakai saja, bordirmya asli di baju bukan tempelan,” katanya.
Surita kepada wartawan Minggu (4/8/2024), jelang penutupan FEKDI x KKI 2024 di acara dia juga menghadirkan outer. Ternyata outer paling laris.
“Produk yang banyak diincar pengunjung kain bordir dan outer,” terangnya.
Sementara untuk harga, produk yang berada di Reudeup Montaksik Aceh Besar ini, dibandrol di kisaran Rp400 ribu hingga Rp3 jutaan.
Surita menuturkan pertama kali mengenal ke bordir saat masih duduk dibangku kelas VI Sekolah Dasar (SD), tahun 1991. Bahkan diusianya yang masih belia, sudah mulai berpenghasilan.
“Sejak tahun 1991 sudah bisa bordir. Otodidak, dan saat itu saya sudah berpenghasilan Rp3000 upah dari bordir,” ujarnya.
Surita menambahkan sejak saat itu ia semakin termotivasi menggeluti bordir. Terlebih ekonomi keluarganya terbilang sulit, sebab ayahnya yang sakit leukimia bekerja serabutan sementara ibunya juga mengidap penyakit kanker.
Berbekal penghasilan tersebut, Surita mengaku bisa membantu untuk menopang ekonomi keluarga.
“Motivasi saya, saya ingin ada perubahan buat keluarga saya,” ujarnya.
Surita berharap apa yang telah raihnya ini juga bisa menjadi motivasi bagi pengrajin lain di daerahnya. Karena belakangan jumlah warga yang tertarik dengan bordir ini semakin berkurang jumlahnya.
Mereka lebih memilih menjadi pegawai toko, dan mengabaikan keahlian membordir, karena alasan terkendala modal. Padahal jika digeluti secara serius, usaha ini memiliki prospek yang menjanjikan.
Saat ini Surita yang memiliki 7 orang pegawai ini mengaku kapasitas produksinya masih terbatas. Ini karena terkendala sumberdaya manusia.
“Kita masih terkendala SDM, pegawai kita masih ada tujuh, sementara kebutuhan kita itu sampai, 20 orang,” ujarnya.
Sementara produk ini banyak
dipasarkan ke luar kota. Bahkan peminatnya ada konsumenya dari luar negeri, Jerman.
Benang bordirnya juga berwarna khas Aceh yang terang seperti hijau, merah dan kuning. Motifnya juga khas Aceh sehingga bordirnya ini merupakan warisan Nusantara yang patut dikembangkan. (wie)