MEDAN (Berita): Dari sisi wilayah, industri perbankan syariah di Sumatera Utara terus menunjukkan perkembangan yang stabil dan bertumbuh.
Hingga Juli 2022, tercatat aset perbankan syariah sebesar Rp319,81 triliun atau memiliki market share sebesar 6,42 persen, angka ini meningkat dibanding dengan posisi bulan yang sama tahun lalu, yang tercatat sebesar 6,05 persen.
Hal itu diungkapkan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 5 Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) Yusup Ansori Kamis (15/9/2022) secara virtual dan offline.
Dalam rangka mengantisipasi terjadinya penyimpangan ketentuan perbankan dan meningkatkan literasi terkait penanganan dugaan tindak pidana perbankan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan Syariah.
OJK melaksanakan kegiatan Sosialisasi Pencegahan Tipibank Perbankan Syariah secara hybrid kepada perwakilan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) di wilayah Sumatera Bagian Utara dan seluruh BPRS di Indonesia.
Kegiatan tersebut juga dihadiri Pemeriksa Eksekutif Senior Departemen Pemeriksaan Khusus Perbankan OJK, Antonius Ginting. Hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut Deputi Direktur, Farid Faletehan, dan Analis Senior.
Asep Sudirman dari Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Syariah OJK, Pemeriksa Eksekutif, Nuril Muchendrawan, dan Deputi Direktur, Muhamad Budiman, dari Departemen Pemeriksaan Khusus Perbankan, serta Penyidik Eksekutif, Fajaruddin, dan Penyidik Senior, Dedi Sugandi, dari Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK.
Yusup Ansori selaku Kepala OJK Regional 5 Sumatera Bagian Utara dalam sambutannya menyampaikan bahwa kompleksitas industri perbankan, khususnya perbankan syariah, dan tingginya persaingan membuka ruang bagi oknum bank melakukan penyimpangan atau fraud, baik administratif maupun pidana.
Modus yang dilakukan antara lain berupa pemberian pembiayaan kepada calon debitur yang tidak layak, pemalsuan dokumen persyaratan pembiayaan, mark-up nilai taksasi agunan, gratifikasi terkait pemberian pembiayaan, tidak mencatat setoran simpanan nasabah dana, nasabah investor atau nasabah pembiayaan, dan penarikan dana dari rekening nasabah dana/investor tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
“Selain oknum bank, penyimpangan atau fraud dapat juga berasal dari eksternal bank, misalnya dari nasabah pembiayaan atau pihak lainnya,” kata Yusup.
Ia menyebut untuk mengurangi potensi penyimpangan tersebut, bank wajib menjalankan operasionalnya dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan meningkatkan sistem pengendalian internal bank, sehingga bukan saja bank akan terhindar dari masalah, tetapi yang jauh lebih penting adalah kepercayaan masyarakat yang menyimpan dananya di bank dapat tetap terpelihara.
Dalam pemaparannya, narasumber dari Departemen Pemeriksaan Khusus Perbankan OJK menjelaskan bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
BUS dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPRS dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Secara umum, tipibank terkait dengan kegiatan usaha (pasal 63 UU Perbankan Syariah) sangat berkaitan erat dengan pencatatan bank.
Oleh karena itu, semua transaksi di bank harus tercatat dan memiliki underlying document yang bisa dipertanggungjawabkan.
Narasumber dari Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Syariah OJK menyampaikan pemaparan dengan terlebih dahulu menjelaskan terkait hukum yang diberlakukan dalam hal terjadi sengketa pada transaksi perbankan.
Selanjutnya menjelaskan hubungan antara hukum positif dan hukum Islam yang digunakan sebagai penafsiran perjanjian antara bank syariah dan nasabah sepanjang tidak melanggar Undang Undang Kepatutan Ketertiban Umum.
Terkait dengan Fungsi penyidikan tindak pidana perbankan, dilakukan atas kerja sama antara OJK dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI). Fungsi ini terdapat pada Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan atau Penyidik OJK (DPJK) yang terdiri dari Pejabat Penyidik POLRI yang dipekerjakan di OJK dan/atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di OJK dan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik.
Dalam sambutan penutupnya, Antonius Ginting selaku Pemeriksa Eksekutif Senior Departemen Pemeriksaan Khusus Perbankan OJK menyampaikan bahwa BPRS perlu memastikan berjalannya, dan jika belum ada, membuat ketentuan dan SOP terkait pencegahan fraud dan Tipibank.
Untuk itu, yang perlu bank terlebih dahulu lakukan adalah memahami aturan dan undang-undang yang berlaku.
“Kata pertama yang perlu kita ingat adalah Iqra, pahami ketentuan, tidak ada yang lain, itu yang harus kita tanamkan,” ujar Antonius.
Dalam acara tersebut, OJK kembali menegaskan dan mengarahkan BPRS untuk melakukan beberapa tindakan pencegahan dan melakukan sosialisasi secara berkesinambungan terkait fraud dan Tipibank kepada pengurus dan pegawai.
Sosialisasi ini diselenggarakan dalam satu rangkaian kegiatan dalam pencegahan tipibank (sesuai UU Perbankan Syariah). Dalam meningkatkan literasi terkait tipibank kepada masyarakat.
OJK telah meluncurkan Buku Pahami dan Hindari Tindak Pidana Perbankan (Sesuai UU Perbankan Syariah) Edisi 2021 yang dapat di akses melalui situs web OJK www.ojk.go.id dan Sikapi Uangmu sikapiuangmu.ojk.go.id .
OJK juga telah menyediakan Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.07/2018. Layanan ini dapat diakses secara online melalui www.kontak157.ojk.go.id ataupun melalui hotline 157. (wie)