MADINA (Berita): Masyarakat khususnya di lima desa Kec. Rantobaik, Kab. Mandailing Natal, mendesak segera memperbaiki jalan rusak parah. Ternyata, dari APBD Madina 2022 Rp1,6 triliun, butuh kekurangan anggaran Rp 300 miliar.
“Dengan APBD Madina 2022 Rp 1,6 triliun, seperti disampaikan wakil bupati, Madina kekurangan anggaran sekira Rp 300 miliar. APBD Madina butuhnya Rp 2 triliun. Dinas PUPR aja ‘cuma’ Rp. 110 miliar,” ujarnya.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Madina Ruly Andri Lubis, ST kepada waspada.id dan beritasore.co.id di ruang kerjanya, Senin (5/12).
Dikatakannya, semua ‘nyangkut’ anggaran. Kalau hanya dari APBD saja, kata dia, “Tidak bisa ngapa-ngapain, hanya bagi-bagi saja.”
Kadis PUPR Madina mengungkapkan, bupati dan wakil bupati minta ditangani dulu, pokoknya masuk dulu. “Yang di Rantopanjang akan disurvei, pendanaan bukan dari APBD, tapi dari APBN,” ujarnya.
Lho, ini kan jalan kabupaten ? “Iya, ini APBN dari dana hibah. Jalan yang tidak bisa ditangani kabupaten, itu APBD dari hibah,” ujar Ruly Andri Lubis.
Kadis PUPR Madina sudah baca berita hari ini. “Kita akan survei dulu, apa yang dibutuhkan. Karena, tanahnya kan tanah merah, butuh pengerasan segala macam,” ujarnya.
Dia menyatakan sangat yakin, butuh pembangunan jalan baru, karena jalur banyak parit. Lalu, kapan sih dilakukan survey ? “Akan mengerahkan anggota turun ke lapangan. Dalam waktu dekat “, ujarnya.
Sedangkan, sesaat setelah dilansir pagi tadi, informasi tambahan susul-menyusul. Warga mengungkan, akses jalan Sinunukan-Simpangnunur dalam kondisi jalan tanah merah, berlumpur, licin.
Warga memperkirakan, jalan menghubungkan lima desa sekira 30 km, dikabarkan dulu dibangun pihak perusahasan swasta. Lokasi dari Panyabungan diperkirakan 60 km.
“Saya tak berani mengatakan berapa jarak jalan ini. Makanya, akan survei dulu. Saya juga nggak tahu sejarah jalan itu bagaimana,” ujar Ruly Andri Lubis.
Yang jelas, lima desa sangat memprihatinkan: Desa Padangsilojongan, Desa Duasepakat, Desa Lubukkancah, Desa Gonting dan Desa Ranto. Warga desa tidak saja mengeluh, juga merasa tak tahan lagi seperti tersiksa. Na’udzubillah.
Warga sudah menunggu dalam penantian sangat panjang. Entah sampai kapan. Warga kembali mengulangi omongannya, “Warga tidak saja mengeluh, juga merasa tak tahan lagi seperti tersiksa.” (irh)