Nasib UMKM Semakin Sulit

  • Bagikan
Pedagang warung kopi (Warkop) Jl. H. Misbah, Kel. Hamdan, duduk termenung menunggu pelanggan untuk membeli di warungnya, Rabu (21/7). Sejak PPKM diberlakukandi Kota Medan, berdampak sekali terhadap dagangannya. Dia mengaku hanya dapat menjualdua bungkus mie dan beberapa gelas minuman dingin saja. beritasore/Ist
Pedagang warung kopi (Warkop) Jl. H. Misbah, Kel. Hamdan, duduk termenung menunggu pelanggan untuk membeli di warungnya, Rabu (21/7). Sejak PPKM diberlakukandi Kota Medan, berdampak sekali terhadap dagangannya. Dia mengaku hanya dapat menjualdua bungkus mie dan beberapa gelas minuman dingin saja. beritasore/Ist

MEDAN ( Berita ) : Pemerintah memperpanjang kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat hingga 25 Juli mendatang.

Hal tersebut dinilai akan semakin menyulitkan nasibp ara pelaku UMKM, akibat penurunan omzet hingga tidak ada pendapatan sama sekali.

Dampak dari kebijakan PPKM Darurat tersebut sangat dirasakan para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang ada.

Seperti yang dialami Ibu Halimah, 54, yang berjualan martabak, roti cane, kebab dan makanan lainnya di Jl. Laksana Medan dengan nama usaha Dapur Mimah.

Wanita Single Parent dengan dua orang anak yang masih kuliah ini menceritakan, sejak diberlakukannya PPKM Darurat di Kota Medan, usahanya terpaksa harus tutup total karena kebijakan yang diberlakukan harus tutup pukul 17:00 sore dan hanya dibolehkan take away sampai pukul 20:00 malam.

“Awal PPKM masih jualan karena masih dibolehkan takea way sampai pukul 20:00 malam, namun karena buka pukul 17 sore hingga malam, jadi dengan peraturan tersebut pendapatan menurun tajam.

Kalau pukul 20 malam kan tidak ada orang, karena biasanya pukul 21 sampai 22 malam baru banyak pembeli,” ujar Halimah, Rabu (21/7).

Alih-alih untuk mendapatkan untung, untuk menutupi modal saja tidak terpenuhi, akhirnya Bu Halimah memutuskan untuk tidak berjualan sampai PPKM Darurat berakhir.

“Sementara ini kita tidak jualan. Karena kalau saya paksa-paksakan berjualan, kan ‘nombok-nombok’ terus karena modal tidak kembali,”sebutnya.

Menurut dia, kebijakan PPKM Darurat yang diterapkan ini kurang tepat. Karena sangat merugikan pelaku UMKM, terutama pedagang kecil, bahkan bantuan pun tidak pernah dapat.

“Saya rasa PPKM ini kurang tepat, pertama merugikan para pedagang, bantuan juga tidak ada, tapi dibalik PPKM ini banyak orang berkumpul lebih dari itu.

Sementara pedagang diuber-uber harus tutup, kursi dibalik-balikkan, akhirnya kita menjadi takut.

Kita bukan mau melawan peraturan, cuma kita kan butuh makan, ”tuturnya.

“Kita usaha mencari makan kan tetap mematuhi protokol kesehatan, pakai masker, pakai handsanitizer, dan kalau memang harus takea way itu juga dipatuhi.

Jadi biarkan lah tetap berjualan, tetapi tetap mematuhi peraturan. Toh dilarang-larang begitu Covid gak hilang juga, sementara di tempat lain masih ada yang kumpul-kumpul,” katanya.

Meskipun PPKM diperpanjang, Bu Halimah berniat akan kembali berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya.

Karena selama beberapa hari tidak berjualan, dirinya tidak mendapatkan pendapatan, namun hanya pengeluaran biaya hidup.

“Ini saya mau berjualan lagi, karena butuh makan. Kebutuhan hidup mendesak, kalau masih ada stok, ngapain jualan, duduk tenang aja dirumah.

Bantuan juga tidak ada. Kalau ada stok kebutuhan di rumah lebih enak di rumah aja, nggak capek-capek kerja,” ujarnya.

Begitupun, kata dia, dengan kondisi situasi saat ini, apakah ada pembeli atau tidak, namun yang penting berusaha dulu.

Penyekatan Dibuka

Sementara itu, penyekatan jalan yang dijanjikan berakhir hingga 20 Juli 2021 ternyata meleset, karena penyekatan jalan justru diperpanjang hingga 25 Juli mendatang.

Tentu saja hal ini mengakibatkan para pedagang khususnya yang kerap beroperasi di inti kota menjadi semakin resah.

“Kami sudah cukup lama libur, kalau diperpanjang lagi bisa mati ekonomi kami ini.

Kalau jualan di pinggiran masih bisa buka jualannya, kalau diinti kota gimana mau buka, jalanan diportal, bukan hanya sulit menjangkau lapak jualan kami karena mutar-mutar, tapi juga sepi pembeli.

Di kota pada tutup, jadi siapa juga yang mau beli,” ujar Manda pedagang makanan siap saji di kawasan Sun Plaza Medan.

Manda berharap, pemerintah segera mencari solusi buat para pedagang. Dia juga terpaksa kerja sendiri. Sebab, semua karyawannya dirumahkan karena tak sanggup lagi bayar gajinya.

“Saya harap bukalah penyekatan ini, kami tidak mau mati karena kelaparan,” katanya.

Begitu juga yang dikatakan pedagang lainnya Dahri. Dia terpaksa merumahkan karyawannya. Sekarang, dia menjaga sendiri usahanya yang harusnya dibantu oleh dua karyawannya.

“Mau tak mau lah, dari pada terus dipekerjakan,tapi saya tidak sanggup bayar gaji mereka, kan lebih kasihan lagi,” tuturnya. (Wsp)

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *