MEDAN (Berita) : Rencana kenaikan Pajak Pertsmbagsn Nilai (PPN) atas sembako mendapat reaksi keras rakyat Indonesia dan juga menjadi perhatian para pakar Sosial, ekonomi dan pengamat lainnya.
Pakar Sosial Dr. Shohibul Ansor Siregar mengatakan daripada mengenakan PPN atas sembako lebih baik pemerintah menerapkan Pajak Jabatan.
Bila Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diterapkan pemerintah untuk berbagai jenis bahan pokok sembako itu hal yang sadis dilakukan pemerintah kepada rakyat kecil.
Demikian dikatakan Shohibul Ansor Siregar kepada Berita, Minggu, (14/6) menyikapi rencana pemerintah untuk menarik pajak dari berbagai jenis kebutuhan pokok tersebut
Menurut Shohibul bila Pajak Jabatan, murni dengan maksud membantu Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatasi kesulitan keuangan yang diderita Indonesia dan tidak memberatkan rakyat dalam kondisi sekarang ini.
“Saya ingin mengajukan sebuah gagasan dari sudut kecil pemikiran.
Daripada mengenakan pajak untuk hal yang pasti akan menekan lebih sadis kepada rakyat kecil seperti pajak beras, gabah, jagung, gula, jagung, sagu, kedelai dan sembako lainnya, maka sudah pasti komoditi politik ini akan dapat merubah kedamaian menjadi amuk nasional.
“Karena itu saya usul agar Menteri Keuangan Sri Mulyani merencanakan untuk uang masuk dari Pajak Jabatan saja, bukan dari PPN sembako tersebut.
Jangan lagi memberatkan rakyat yang sudah kewalahan mencari kehidupan,ucap Shohibul.
Sri Mulyani, kata Shohibul, dia susunlah peraturan atau dan bahkan revisi UU untuk ini, yang mungkin dapat dimulai dari Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (PERPPU) tentang pajak jabatan.
Shohibul pun memberikan masukan untuk penerapannya yang mana Pajak Jabatan ini dapat diterapkan dengan dua cara.
Pertama, jabatan pada organisasi pemerintahan termasuk Lembaga, Badan dan Komisi serta BUMN dengan total take home pay Rp 5.000.000,. Kedua, pajak jabatan pada perusahaan swasta nasional dan asing dengan ambang batas total take home pay Rp 7,5 juta.
Sehingga, lanjut Shohibul, pejabat yang dikenakan pajak ini murni karena pertanggungjawaban saja, bahwa mereka menikmati cukup banyak kemanfaatan dari keberlangsungan Indonesia dan lebih pantas dikenai pajak ketimbang rakyat yang kini mayoritas hampir putus asa,urai Shohibul.
Pejabat, yang dipilih mau pun yang ditunjuk, menurut Shohibul, semuanya secara teoritis berkesempatan untuk korupsi uang negara.
Sepanjang pemerintah tak mampu untuk memberatas korupsi itu, silakan kenakan pajak untuk jabatan yang mereka pangku dan nikmati, sebut Shohibul.
Sembari hal ini juga mengingatkan kegagalan pemerintah dalam program tax amnesty yang justru memanjakan pengemplang pajak raksasa.
Sebab, pemerintah perlu diingatkan agar menakar kadar penderitaan rakyat yang diakibatkan oleh performance birokrasi pemerintah yang amburadul seperti sekarang ini, sebut Shohibul. (lin)