MADINA (Berita): Kebun plasma dinantikan selama ini, sudah di depan mata setelah 18 tahun tidak ada kejelasan sama sekali.
“Ini, merupakan kemenangan diplomasi dan masyarakat Singkuang 1 selama ini,” ujar mantan anggota DPRD Madina Muhammad Irwansyah Lubis kepada waspada.id dan beritasore.co.id di Panyabungan, Jumat (9/6).
Dari awal, ujar Ketua DPC PPP Madina ini menyatakan, turut mendukung perjuangan masyarakat Singkuang 1 dalam memperjuangkan hak plasma.
“Setelah 18 tahun diperjuangkan titik terang mulai terlihat 2022, setelah Surat Peringatan 1 (SP 1) dan SP 2 diberikan Pemda Madina kepada PT. RPR, yang membuat PT. RPR menyatakan kesediaannya membangun plasma setelah sebelumnya bersikukuh dan terkesan menghindar dari kewajibannya,” ujarnya.
Dikatakan, dengan adanya komitmen PT. RPR untuk membangun 600 ha kebun plasma masyarakat Singkuang 1, apalagi dengan kesediaannya memberikan 200 ha dari dalam areal HGU-nya.
“Untuk saat ini yang lebih utama menurut saya, adalah bagaimana masyarakat Singkuang 1 berupaya mengawal dan mengawasi agar realisasi pembangunan plasma dapat dilakukan sesegera mungkin, agar mereka dapat lebih cepat memperoleh manfaat dari plasmanya,” ujar Irwansyah.
Makanya, kata dia, sangat mengherankan di saat plasma yang diidam-idamkan selama ini sudah di depan mata, namun masyarakat tetap membuat gerakan-gerakan yang menurutnya kontraproduktif atau malah memperlambat realisasi pembangunan plasma masyarakat.
Di bulan Juni ini, kata dia, seharusnya sesuai time schedule PT. RPR sudah masuk tahapan persiapan instalasi bibitan dan tahapan-tahapan kemajuan lainnya.
“Namun faktanya? Masyarakat Singkuang melalui Koperasi HSB masih tetap berkutat dipermasalahan tuntutan 300 ha plasmanya harus di dalam HGU yang menurut saya merupakan tuntutan yang berlebihan karena sudah di luar substansi dari pembangunan plasma yang tidak ada mensyaratkan untuk itu (sudah disetujui 200 ha),” katanya.
Sehingga, kata dua, akibatnya sekarang seluruh tahapan direncanakan dalam merealisasikan plasma ini terus tertunda yang mengakibatkan sampai sekarang masyarakat juga tertunda memperoleh hak plasmanya yang seharusnya sudah bisa dimilikinya.
“Kasihan dan miris melihat masyarakat, apalagi melibatkan anak-anak dan orang-orang tua yang sudah sepuh terus dibawa-bawa memperjuangkan hal yang tidak lagi bersifat substantif, padahal substansi tuntutannya sudah dapat dipenuhi,” katanya.
Substansi tuntutan masyarakat, kata dia, sudah dipenuhi. “Jadi, sangat wajar muncul pertanyaan dalam benak kita, sebenarnya apa (lagi) yang diinginkan Koperasi Produsen Hasil Sawit Bersama,” ujar Irwansyah Lubis. (irh)