MADINA (Berita): Investor diwanti-wanti jangan jadi ‘predator’ di Pantai Barat Mandailing Natal, sedangkan Camat Rantobaek membeberkan produksi perkebunan kelapa sawit tandan buah segar (TBS) dalam jumlah mencengangkan.
Ironisnya, jalan perkebunan milik Pemkab Madina malah kupak-kapik sekian puluh tahun, hancur lebur.
Masyarakat menderita, merana. Produksi perkebunan malah terus menghasilkan dalam jumlah tidak sedikit.
“Sejauh program investasi dalam mengelolaan sumber daya alam tidak berbasis pada rasa keadilan bagi rakyat, selama itu pula gerakan pengelolaan sumber daya alam menjadi ‘predator’ bagi kehidupan masyarakat sekitar,” ujar Ketua DPD Partai Ummat Mandailing Natal As Imran Khaitamy Daulay dihubungi melalui sambungan telepon seluler, Senin (6/3).
Dikatakan, begitu juga halnya dengan tontonan kasat mata oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit di kawasan Pantai Barat Madina.
“Kehadiran para investor tidak hanya menghadirkan konflik agraria dan ketenagakerjaan, tapi juga menjadi penyebab utama luluhlantaknya infrastruktur jalan yang dibangun dengan anggaran tidak kecil,” tegas As Imran Khaitamy Daulay.
Mantan Ketua DPRD Madina ini mengungkapkan, kehadirannya tidak membawa dampak kemajuan signifikan bagi taraf hidup masyarakat, bahkan justru memperburuk sarana infrastruktur sangat vital bagi kelangsungan aktivitas masyarakat.
“Karenanya, sangat pantas jika pemerintah dapat lakukan pressure kepada semua investor yang abai pada hak-hak dasar rakyat untuk dapatkan pelayanan dan pengayoman.
Pemerintah tidak boleh tidak hadir dalam problema pembangunan yang ditimbulkan oleh kebijakannya,” ujar As Imran Khaitamy Daulay.
Produksi Perkebunan
Ketika dikonfirmasi, Camat Rantobaek Sopian, SAg membeberkan, tidak saja mengungkap lokasi perkebunan kelapa sawit, jumlah areal perkebunan, juga produksi perkebunan. Rantobaek, salah satu kecamatan di Pantai Barat Madina.
Tidak tanggung-tanggung, Camat Rantobaek melaporkan kondisi ini kepada Bupati Madina HM Jafar Sukhairi Nasution.
Areal perkebunan ini tersebar di 18 desa di Rantobaek, lokasi tak jauh dari jalan hancur lebur di kecamatan itu.
Sopian mengungkapkan, perkebunan kelapa sawit terhampar di Desa Muarabangko meliputi 115,5 ha menghasilkan jumlah produksi 16,09 (ton TBS/ha/tahun) Silojongan 64,5 ha (20,41), Hutaraja 103 ha (23,5), Manisak 160 ha (22,18), Hutabaringin 260 ha (24,7).
Camat Rantobaek Sopian, SAg melanjutkan, Desa Banjarmaga 230 ha (25,7), Rantonalinjang 39 ha (16,93), Simpangtalap 30 ha (24,25), Simaninggir 30 ha (30 ha) Bangunsaroha 215,8 ha (25,24).
Kemudian, Tandekik 308,2 ha (27,5), Sampuran 74,75 ha (21,23), Hutanauli 70,5 ha (21,32), Gununggodang 202,5 ha (23,6), Rantopanjang 34,8 ha (15,64), Gonting 36,4 ha (36,4), Duasepakat 35 ha (24,25) dan Desa Lubukkancah 30,5 ha menghasilkan jumlah produksi 16,02 (ton TBS/ha/tahun).
Sedangkan jalan rusak parah berpuluh tahun di Rantobaek. Hamsar Hasibuan, warga Desa Padangsilojongan, Kec. Rantobaek, Madina menceritakan penderitaan masyarakat akibat jalan hancur lebur.
Dikatakan, jalur ini penghubung lima desa di Kec. Rantobaek: Desa Padangsilojongan, Desa Duasepakat, Desa Lubukkancah, Desa Gonting, Desa Rantopanjang. (irh)