MEDAN (Berita) : Pers dan wartawan di Indonesia, termasuk Sumatera Utara, sedang “mati-matian” beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital yang mendisrupsi media mainstream sejak beberapa tahun terakhir.
Para wartawan berusaha menjaga profesionalitas dalam menunaikan tugas jurnalistik, apalagi perkembangan teknologi telah melahirkan media online dan media sosial yang membuat distribusi berita lebih mengutamakan kecepatan daripada kecermatan.
Demikian kesimpulan rapat evaluasi Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Sumatera Utara (DK-PWI Sumut) di Medan Minggu (28/2).
Rapat yang diadakan menjelang akhir masa bakti pada Mei 2021 itu dihadiri oleh empat pengurus DK-PWI Sumut, yaitu ketua Sofyan Harahap, sekretaris War Djamil, serta Azrin Maridha dan Nurhalim Tanjung sebagai anggota.
Sofyan Harahap mengatakan kemampuan wartawan dan pers di Sumut tetap survive di tengah disrupsi teknologi menunjukkan bahwa mereka cukup tangguh.
“Memang kecenderungan media online dan media sosial yang megutamakan kecepatan dalam menyampaikan berita seringkali mengabaikan kecermatan sehingga bukan mustahil berita tidak lengkap, sebelah pihak, tanpa cek-recek dan mengabaikan verifikasi, yang kemudian kerap bermasalah bagi wartawan maupun medianya.
Apalagi kalau media-media tersebut ikut menyebarkan berita palsu atau hoaks pula,” katanya sambil menyebutkan beberapa kasus pemberitaan di Medan dan Sumatera Utara.
Syukurnya, dia mengemukakan, permasalahan pemberitaan di Sumut dapat diselesaikan dengan mengacu Kode Etik Jurnalistik dan Undang-undang No. 40/1999 tentang Pers.
“Sepanjang wartawan dan media berpedoman kepada aturan-aturan tersebut, inshaaAllah terhindar dari masalah pemberitaan,” tuturnya.
Dia menambahkan wartawan bakal semakin tertata baik dalam menjalankan tugas jurnalistik dengan diberlakukannya Kode Perilaku Wartawan, khususnya bagi anggota PWI.
Azrin Maridha mengemukakan pula bahwa kondisi pers dan wartawan semakin babak belur dengan adanya pandemi Covid-19.
“Selain disrupsi teknologi, pandemi juga memengaruhi kinerja wartawan dan pers, khususnya media mainstream. Soalnya, pemasukan iklan berkurang dan tiras pun menurun, akibatnya banyak perusahaan media mengurangi gaji bahkan melakukan pemangkasan karyawan dan wartawan sehingga mengganggu fokus wartawan dalam menunaikan tugas jurnalistiknya,” paparnya.
Karena itu, dia mengatakan, pemerintah perlu menjaga keberlangsungan hidup pers dan menyelamatkan para wartawan supaya tetap dapat menyampaikan laporan berita bermutu, penuh tanggungjawab, serta jauh dari hoaks.
“Pemerintah harus memberikan bantuan konkret, baik berupa pemasangan iklan atau mendorong minat baca di masyarakat dengan melanggani suratkabar, selain memberikan insentif pajak dan berbagai kemudahan untuk perusahaan media,” katanya.
War Djamil mengemukakan pers wajar meminta bantuan itu supaya tetap bisa membantu pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat melalui pemberitaan yang bermutu dan bertanggunjawab.
“Toh, kalau pun pemerintah harus menyiapkan anggaran untuk memberikan bantuan kepada pers, tentu yang digunakan adalah dana publik yang diperoleh dari pajak masyarakat, sehingga tidak akan memengaruhi kebebasan wartawan dan media dalam menyampaikan berita untuk kepentingan publik,” katanya.
Rapat DK-PWI Sumut itu juga menyoroti rencana revisi Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Revisi diusulkan berbagai pihak karena setidaknya terdapat sembilan poin di dalam undang-undang itu kerap menimbulkan kegaduhan di masyarakat di tengah maraknya pengunaan media sosial.
Bahkan kalangan pers pun menganggap poin-poin itu bisa menjadi ranjau hukum bagi wartawan dan medianya dalam menjalankan tugas pemberitaan.
“Undang-undang itu memang mesti direvisi supaya lebih ramah unuk wartawan dan masyarakat,” ungkap Nurhalim Tanjung yang diamini tiga pengurus DK-PWI Sumut lainnya. Bahkan DK-PWI Sumut sepakat mengusulkan penghapusan beberapa poin, terutama yang membatasi kebebasan berekspresi serta pemutusan akses dan tindakan men-shutdown internet karena alasan tertentu. (rel)