Jaga Keseimbangan Lingkungan, Masyarakat Aceh Singkil Minta Kepastian Hukum Pengajuan Hutan Desa

  • Bagikan
Dari kiri Pengurus HKM Pardomuan Tumangger, masing-masing Pengurus LPHD Biskang Udut Parulian, LPHD Situbuh-Tubuh Wasiman Tumangger dan LPHD Lae Gecih Tigor saat dikonfirmasi Waspada.id di Warkop Kemala Rimo, Sabtu (3/6). Foto:Ariefh
Dari kiri Pengurus HKM Pardomuan Tumangger, masing-masing Pengurus LPHD Biskang Udut Parulian, LPHD Situbuh-Tubuh Wasiman Tumangger dan LPHD Lae Gecih Tigor saat dikonfirmasi Waspada.id di Warkop Kemala Rimo, Sabtu (3/6). Foto:Ariefh

 

SINGKIL (Berita): Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) di Kabupaten Aceh Singkil kembali mempertanyakan tentang kepastian hukum terkait permohonan Perhutanan Sosial yang telah diajukan sejak 2019 silam.

Sebab beberapa lembaga yang dibentuk masyarakat di Kecamatan Danau Paris dan Kecamatan Simpang Kanan, sebelumnya telah mengajukan perhutanan sosial kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) didampingi Lembaga Earthqualizer Foundation dari Bogor.

Herannya, sejak 2019 hingga memasuki 2023, dan memasuki 4 tahun berlalu, namun legalitas untuk surat izin pengelolaan hutan produksi (HP) tersebut tak kunjung keluar.

Padahal status hutan produksi (HP) setelah mendapat izin kelola kepada masyarakat, akan memberikan dampak positif yakni, untuk menjaga keseimbangan lingkungan, termasuk kesejahteraan sosial masyarakat, kata Pengurus LPHD Si Mbersak, Desa Lae Gecih Tigor Tumangger, bersama ketua LPHD lainnya, saat berbincang dengan Waspada.id, Sabtu (3/6) di Warkop Kemala Rimo.

Terkait pengajuan Perhutanan Sosial, itu, Tigor menjelaskan, keseluruhan permohonan tersebut berada dalam wilayah kerja UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah VI Aceh.

Dan pengajuannya telah mendapatkan rekomendasi dari KPH VI. Kemudian sejak 2020 telah dilakukan verifikasi teknis oleh KLHK terhadap 4 permohonan Hutan Desa.

Dan pada tahun 2021 untuk permohonan HKM Sibual-Bual Indah mencapai seluas 185 Ha.

“Terhitung sejak September 2019 sampai dengan hari ini sudah hampir 4 tahun, namun permohonan tersebut belum juga mendapat izin dari KLHK,” sebutnya.

Bahkan beberapa peraturan terkait pengajuan Perhutanan Sosial tersebut telah pula berganti. Sehingga proses pengajuannya harus menambah dokumen kelengkapan berdasarkan peraturan baru.

Padahal jika merujuk proses pengajuan hingga keluarnya izin pengelolaan, terhitung hanya 22 hari kerja.

“Proses admnistrasi sudah dipenuhi dan sudah dilaksanakan oleh Tim Vertek. Bahkan sudah dilakukan perbaikan dokumen. Namun kabar baik tentang keluarnya izin tersebut juga belum diterima masyarakat,” beber Tigor.

Dalam pertemuan itu Tigor bersama Pengurus LPHD yang hadir lainnya, meliputi Ketua LPHD Marsada Biskang, Udut Parulian, LPHD Situbuh-Tubuh Wasiman Tumangger dan LPHD Desa Kuta Tinggi, serta Pengurus Hutan Kemasyarakatan (HKM) Pardomuan Tumangger meminta keseriusan pemerintah dalam proses perizinan Perhutanan Sosial tersebut.

Sebab, setelah legalitas izin pengelolaan keluar, masyarakat memastikan, melalui pengelolaan desa tersebut dapat meningkatkan ekonomi, sekaligus penyelamatan hulu Sungai Singkil.

Kami siap untuk mengelola tanpa merambah dan tidak menanam sawit. Masyarakat bisa mengelola potensi wisata dan pemanfaatan sumber air bersih dari sumber air terjun Lae Muntu.

Sebab sumber air tersebut bisa memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat Aceh Singkil.

“Kami siap menjaga hutan desa tersebut dan tidak menanam sawit,” sebut mereka.

Sementara itu beberapa pengajuan Perhutanan Sosial di Kecamatan Danau Paris meliputi, LPHD Situbuh-tubuh Desa Situbuh-Tubuh mengajukan skema Hutan Desa seluas 534 hektar.

Kemudian LPHD Marsada, Desa Biskang mengajukan skema Hutan Desa seluas 2.957 hektar dan skema Hutan Kemasyarakatan seluas 280 hektar.

Selanjutnya di Kecamatan Simpang Kanan, meliputi LPHD Desa Kuta Tinggi mengajukan skema Hutan Desa seluas 183 ha.

LPHD Si Mbersak, Desa Lae Gecih mengajukan skema HUTAN DESA seluas 796 ha.

Sebelumnya, pada workshop Peluang Tantangan Implementasi Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan yang dilaksanakan di Aula Bappeda Aceh Singkil, 22 Mei 2023 lalu, Irsadul Halim dari Legalis Tanah, Lembaga Earthqualizer menjelaskan, Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan Hutan lestari yang dilaksanakan dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Kemudian untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan, merujuk kepada PP. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan (perhutanan sosial).

Perhutanan Sosial ini juga merupakan perwujudan Nawacita yang diusung oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang bertujuan untuk pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan melalui tiga pilar. Yaitu lahan, kesempatan berusaha dan sumberdaya manusia.

Hal ini dibuktikan dengan adanya lahan seluas 12,7 hektar yang siap dijadikan objek program ini dan ditetapkan dalam Peta Indikatif Arahan Perhutanan Sosial (PIAPS) yang direvisi setiap 6 bulan sekali.

Kabupaten Aceh Singkil merupakan salah satu daerah yang menerima jatah alokasi perhutanan sosial. Berdasarkan Peta Indikatif Perhutanan Sosial Revisi V tahun 2019, terdapat sekitar 14.429 hektar areal yang dialokasi untuk perhutanan sosial yang berada di kawasan hutan produksi.

Wilayah sebaran alokasi perhutanan sosial ini merupakan penyangga DAS Lae Cinendang dan tersebar di wilayah administrasi Kecamatan Danau Paris, Simpang Kanan, Gunung Meriah, Suro dan Kecamatan Singkohor, terang Irsadul. (B25)

 

Berikan Komentar
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *